Jumat, 06 Desember 2013

MERINDUKAN PERTEMUAN DENGAN ALLAH SWT

"Cong, saya sekarang rindu untuk bertemu Allah," ujar bapak via telpon siang sehabis shalat Jum'at, 06/12/13. Ucapan itu sedemikian tenang, sejuk dan mantap. Sekalipun rasa akan kehilangan sosok tegar itu menyusup mendera hati. Air mata tak kuasa kubendung... dan saya terisak. "Mengapa menangis cong? Itu sudah sunnatullah dan kita semua akan mengalaminya... hanya masalah waktu," lanjutnya. "Entah mengapa, bapak merasa saatnya sudah dekat. Dan bapak sangat ingin bertemu Allah. Tolong kamu telpon bapak setiap hari ya... atau bapak yang telpon. Siapa tahu bapak sudah gak ada. Telponmu jangan sampai tidak aktif"
Entah sudah berapa banyak saya melihat orang meninggal. Dalam prosesnya, banyak di antara mereka berusaha menghindarinya. Hingga akhirnya mereka menyerah lantaran sudah tidak mendapat pilihan lain kecuali menghadapinya. Hanya sedikit orang yang merindukan kematian dan perjumpaan dengan Allah. Hingga ketika saat itu datang, mereka tidak berusaha menghindarinya bahkan menyambutnya dengan suka cita. Mereka memilih hidup di haribaan-Nya daripada terkungkung oleh ruang dan waktu.
Orang-orang semacam ini adalah mereka yang meyakini ke-Esa-an Allah dan selalu berusaha melakukan berbagai kebaikan demi keabadian hidup yang didambakannya. Baginya tidak ada perbuatan baik untuk dituai hari ini, tapi untuk hari esok. (Al Kahfi 110)
Usamah ibn Zaid --panglima pasukan Islam paling muda di akhir hayat Rasulullah saw-- ketika menderita sakit keras dibezuk oleh  khalifah Ustman ibn Affan. "Apa yang Anda rasakan saat ini?," tanya khalifah Utsman. "Kebahagiaan," jawab Usamah. "Maukah engkau saya bantu dengan sejumlah uang dari negara?," tanya Utsman. "Tidak ada sesuatu pun yang paling membahagiakanku saat ini, kecuali perjumpaanku dengan Allah," jawabnya tenang.
Sahabat lain yang sedang menghadapi kematian dibezuk oleh Rasulullah dan bertanya; "Bagaimana perasaanmu saat ini?." Sahabat itu menjawab; "Ya Rasulullah, saya sangat berharap Allah mengabulkan semua amal baik yang telah kulakukan. Tapi saya juga takut, kalau ternyata semua yang kulakukan dengan sebaik-baiknya tidak memiliki nilai di hadapan-Nya." Rasulullah saw bersabda; "Apabila Pengharapan dan Rasa Takut terdapat dalam diri seseorang, maka Allah akan mengabulkan apa yang ia harapkan dan menjauhkannya dari apa yang ia takutkan."
Benar... bahwa kematian hakikatnya bukan tragedi yang harus ditangisi, tapi ia adalah keniscayaan yang seharusnya membahagiakan. Karena kematian adalah keniscayaan, tinggal kita yang harus menentukan pilihan; HUSNUL KHOTIMAH / SUU-UL KHOTIMAH.
Semua tergantung kita.....

Rabu, 27 November 2013

KEINGINAN -1

Tidakkah engkau memperhatikan kepada orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhan? Apakah engkau akan menjadi pelindung atas mereka? Ataukah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka bisa mendengar atau berpikir? Tidaklah mereka kecuali seperti binatang, bahkan lebih sesat jalannya. (Al Furqon 42-43)

Beberapa tahun yang lalu, saya sempat membaca cerpen fiksi anak di koran Kompas, entah apa judulnya dan siapa penulisnya. Yang pasti saya sangat terkesima...
"Adalah seekor sapi merasa bosan berada dalam gerombolannya dan tidak merasa puas dengan keberadaannya yang serba lambat dan penurut. Ia ingin menjadi makhluk yang konfrontatif dan dinamis. Lalu ia mencoba keluar dari gerombolannya untuk menjadi makhluk sesuai keinginannya.
Di tengah perjalanan, ia merasa sangat lapar. Setelah menoleh ke sana kemari, kedua matanya melihat sebuah pohon berbuah lebat berwarna merah terang. Dengan seyum tersungging, ia menghampirinya dan memakan buahnya dengan lahap. Setelah buah yang di tangkai rendah habis, ia mendongak ke atas namun kepalanya tidak bisa menjangkaunya.
Kepalanya menoleh ke sana kemari, hingga di kejauhan ia melihat seekor jerapah yang lagi makan. "Andai aku punya leher seperti jerapah, tentu aku bisa memakan buah di tangkai yang tinggi itu," gumamnya. Tiba-tiba lehernya memanjang seperti jerapah. "Wow... ini buah ajaib," gumamnya girang sambil melanjutkan makannya hingga kenyang. "Tapi bagaimana cara membawa serta buah ajaib ini?," pikirnya. Tiba-tiba ia melihat seekor kangguru membawa anaknya di kantongnya. "Andai saya punya kantong," gumamnya senang.

Rabu, 23 Oktober 2013

HARTA HALAL

Ada sebuah pertanyaan yang mungkin sering kita dengar, "Mengapa anak-anak saya berakhlak buruk? Bandel dan cenderung mengabaikan hak-hak orang lain?." Dan banyak lagi pertanyaan lainnya....
Mungkin ada yang menjawab; "Boleh jadi kurang dibekali dengan pendidikan agama sejak dini."
Orang yang bertanya akan balik menukas; "Saya rasa sudah pak, mulai dari PAUD, TPQ, SDIT, SMPIT, bahkan sampai SMAIT. Belum lagi ngajinya, bahkan kami panggil guru agama ke rumah."
"Boleh jadi faktor makanan yang masuk ke dalam tubuhnya bersumber dari yang tidak halal?."
"Masak iya... wong semuanya kami dapatkan dari harta yang halal kok. Suami saya kerja di instansi ini, sedangkan saya di perusahaan itu. Semuanya berasal dari gaji yang halal."
Dialog semacam di atas, sangat sering kita dengar. Kita selalu merasa telah melakukan hal yang "benar" di hadapan Allah dan masyarakat di sekitar kita. Sehingga kita merasa tidak patut mengalami situasi yang buruk, apalagi sampai merugikan.
Pernahkah kita berpikir tentang kerugian yang kita alami dalam suatu perniagaan, padahal kita merasa tidak pernah melakukan kesalahan. Mengapa kerugian bisa terjadi? Atau ketika kita disudutkan oleh kawan-kawan kita, padahal kita merasa tidak pernah melakukan kesalahan. (Al Kahfi  103-104)
Allah mendesain kebahagiaan itu dengan tolok ukur keharmonisan. Selama antar satu bagian dengan yang lain terjalin hubungan harmonis, bisa dipastikan tidak akan terjadi keburukan. Begitu sebaliknya. Sama halnya dengan badan kita. Jika kita merasa sakit di salah satu bagian, tidak mungkin tidak terjadi apa-apa, pasti ada yang memengaruhinya.
Dalam hal akhlak buruk yang terjadi pada anak-anak, jika pendidikan Islam sudah dilaksanakan dengan baik. Besar kemungkinan yang memengaruhinya adalah asal muasal harta yang dikonsumsi.
Secara kasat mata, boleh jadi harta yang kita peroleh berasal dari sumber yang halal. Bahkan kita mengklaim telah membanting tulang siang dan malam. Berangkat sebelum matahari terbit dan kembali setelah matahari terbenam.
Namun bila dilihat lebih cermat, kita akan terbelalak dan menyadari betapa tidak adilnya kita di hadapan Allah SWT. Dan betapa naifnya kita yang selalu mempertanyakan "keabsahan" perhitungan-Nya. Padahal Allah selalu menganugerahkan nikmat berdasarkan perhitungan nilai penghambaan dan upaya seorang hamba. (An Najm 39-40) Bukankah kita sudah sangat maklum pada sebuah pepatah, "Sebesar itu upaya yang dilakukan, sebesar itu pula nilai yang didapat".
Dalam bekerja harus ada kesesuaian antara beban kerja dan imbalan yang didapat, agar tidak saling menzhalimi. Jika beban kerja sedemikian berat, sementara imbalan yang diterima sedikit, sudah pasti instansi yang bersangkutan menzhalimi pekerjanya. Demikian sebaliknya. Begitu pula bila ada seseorang suka meninggalkan pekerjaan lantaran malas atau mengandalkan teman sejawatnya, maka dua kezhaliman telah dia lakukan. Zhalim pada instansi dan temannya. (Al Zalzalah 7-8)
Ketika seseorang "tidak melakukan" tugas yang karenanya ia mendapat bayaran, seharusnya ia tidak berhak mendapat bayaran. Karena ia "tidak bekerja". Kalaupun yang bersangkutan mengambil gajinya, hukumnya menjadi Syubhat atau mungkin masuk dalam kategori Haram. Dan secara moral harusnya ia merasa malu untuk mengambil gaji yang notabene bukan haknya lagi. Bukankah mengambil sesuatu yang bukan haknya tergolong tindak pencurian?
Harta-harta semacam inilah yang banyak memengaruhi perilaku seseorang. Termasuk anak-anak yang memakan harta tidak halal yang kita suguhkan, tanpa kita menyadarinya.  Atau mungkin kita menyadari, namun kita pura-pura tidak tahu. Karena kita tidak memiliki kemampuan mengendalikan keinginan untuk menjadi kaya.
Mungkin kita perlu mentelaah firman Allah dalam Surat Al Furqon 43-44;
"Tidakkah engkau memperhatikan orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhan. Apakah engkau akan menjadi pelindung atas mereka. Ataukah engkau mengira bahwa mereka bisa mendengar dan berpikir. Tidaklah mereka kecuali seperti binatang. Bahkan jalannya lebih sesat."
Semoga catatan kecil ini membuat kita menjadi lebih mengerti. Amien....

Minggu, 06 Oktober 2013

PERBUATAN PALING DIBENCI ALLAH (Shaff 61:3)

Ketika Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mukhtar tertangkap tangan saat menerima suap, masyarakat Indonesia terperangah. Berbagai tanggapan muncul dari berbagai kalangan, disusul kemudian dengan gelombang demonstrasi membawa pamflet-pamflet yang menghujat.
Yang tak kalah menarik untuk dicermati adalah tayangan dokumentasi Akil Mukhtar saat memberikan tanggapan tentang suatu kasus suap saat ia belum menjadi ketua MK. (Tayangan ini diputar berulang-ulang, seakan-akan untuk menjadi penjelas terhadap posisinya saat ini). Di antara statementnya adalah hukuman potong jari bagi koruptor. Saat statement dimaksud dibalikkan pada dirinya dalam kondisi saat ini, ia malah menampar wartawan yang mengajukan pertanyaan.
Boleh jadi kita semua sepakat, bahwa tidak pada tempatnya seorang pejabat tinggi dengan status RI 9 melakukan perbuatan yang banyak orang menggantungkan putusan tentang perbuatan itu kepadanya.
Mengapa persoalan ini menjadi besar...? Karena yang melakukannya adalah seorang pejabat tinggi yang di tangannya suatu keputusan diputuskan.
Rasa benci masyarakat atas perilaku tidak terhormat tersebut sangat beralasan, karena Allah juga sangat benci pada setiap orang yang hanya pintar memerintahkan tapi tidak gemar melakukan apa yang diperintahkan. (As Shaff 61: 3)
Perlu dicermati bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada seseorang yang dipanggil guru, ustadz, atau ulama, sebagaimana yang selama ini melekat dalam benak masyarakat. Sosok mulia yang selalu diidentikkan dengan keikhlasan. Sehingga mereka dianggap tidak memiliki hak 'tawar' dalam mengajarkan ilmu agama. Ayat di atas juga berlaku pada presiden, politisi, polisi, tentara, wartawan, rakyat sipil, para orang tua,  bahkan setiap orang yang pernah menganjurkan kebaikan.
Tidak ada seorangpun yang dapat terbebas dari tanggung jawab ini, apapun profesi dan status sosial mereka. Dan di akhirat nanti semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. (Ali Imran 3:25)
Dari peristiwa ini harusnya kita banyak belajar, bahwa Allah SWT selalu memiliki cara untuk menjatuhkan (menghukum) seseorang saat ia sudah tak lagi hirau terhadap berbagai peringatan yang diberikan.
Faktanya kita selalu memilih untuk takut terhadap sesuatu yang kasat mata, padahal sesuatu itu tidak akan memberikan mudhorot apapun jika Ia tidak ridho. Namun kita tidak pernah merasa takut terhadap Allah yang sebenarnya lebih dekat dari dirinya dari benda apapun yang ada di sekitarnya....
Wallahu a'lam...

Rabu, 25 September 2013

Kuburan

Ketika kuburan ust Jefry al Bukhori dibangun --baca:ditinggikan-- tak ayal mengundang perdebatan di berbagai kalangan. Mereka mempertanyakan hukumnya dalam Islam.
Untuk kalangan agamawan, barangkali sudah sangat dimaklumi. Ada yang memperbolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan. Sekalipun ketika dipertanyakan, intonasi jawabannya sangat emosional dengan menunjuk pada kuburan ulama ini dan itu yang menggunakan cungkup atau bahkan di atasnya didirikan bangunan.
Kalangan orang awam justeru dirundung keresahan untuk menentukan jawaban yang tepat. Mereka tidak menginginkan apapun selain ingin diedukasi dan dicerdaskan oleh orang-orang yang mereka anggap Ahli Agama.

Sabtu, 21 September 2013

Bersholawat Atas Nabi Muhammad SAW (Al Ahzab 57-48)



        56. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi[1229]. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya[1230].
        57. Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya[1231]. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.
        58. dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Makna Global:
         Allah SWT selalu mengasihi nabi-Nya, Muhamad SAW, memuliakan perilakunya, dan meninggikan kedudukannya. Para malaikat yang mulia dan para pasukan-Nya yang suci selalu berdoa, memintakan ampun, serta memohon keberkahan dan kemuliaan untuk hamba dan nabi-Nya.
         Allah SWT memerintahkan untuk bersholawat atasnya, menjunjung tinggi urusannya, dan mengikuti syariat yang diajarkannya. Karena dengan perantaraannya, Allah mengeluarkan kalian dari kegelapan menuju cahaya. Sesuai dengan firman-Nya (Al Hadid 09); “Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Quran) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.”
         Setiap kali disebut namanya, ucapkanlah; Älloohumma sholli álaa Muhamad wasallim tasliiman katsiiran.”
         Bahwa siapapun yang menyakiti nabi maupun kaum muslimin, maka ia akan dimurkai dan dilaknat Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.

         Hubungan dengan ayat sebelumnya: Hubungannya terletak pada larangan menyakiti beliau dengan cara apapun, karena Allah dan para malaikat-Nya bersholawat kepadanya.
Latho-if Tafsir:
                   Ayat; Ïnnallooha wa malaaikatahu yusholluuna.” Huruf, Ínna’dalam ayat di atas berfungsi sebagai penekanan dan minta perhatiaan. Menggunakan susunan, ísim & faaíl’ (ismiyah) di awal yang bermakna kesinambungan. Dan susunan, ‘isim &fiíl,’ (fi’liyah) di akhir untuk menunjukkan bahwa pujian itu berasal dari Allah. Yakni pemuliaan berkesinambungan yang terbarukan dari waktu ke waktu.
                   Ada yang mempertanyakan: Apabila Allah dan para malaikat-Nya sudah bersholawat atas Nabi, lalu apa pentingnya sholawat kita atas beliau?
                Kita jawab; Bahwa bershalawat atas Rasululah bukan lantaran beliau membutuhkannya. Begitupun dengan shalawat Allah dan para malaikat atasnya, bukan kehendaknya. Namun merupakan upaya Allah untuk menampakkan kemuliaan beliau atas para hamba-Nya. Karenanya beliau bersabda; “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, maka lantaran shalawat itu Allah membalasnya sepuluh kali lipat.”
                   Al Imam al Fakhrurrozi bekata; Kata, ás Sholaatu: ad Duá. Jika dikatakan, shollaa álaihi berarti berdoa untuknya. Dalam hak Allah, makna ini sungguh tidak masuk akal. Karena berdoa untuk orang lain berarti meminta manfaat untuknya kepada pihak ketiga, sedangan Dia adalah Khaliq.
                Kita jawab; Menurut Imam Syafii; Lafazh yang musytarak boleh digunakan untuk dua makna sekaligus. Begitu pula bila mengumpulkan antara makna hakiki dan makna majazi. Shalawat dari Allah bermakna kasih sayang dari-Nya, sedangkan yang berasal dari malaikat bermakna permohonan ampun. Artinya ketentuan ganda.
 
                  Allah memerintahkan kita untuk bershalawat kepada nabi-Nya.”Harusnya cukup bagi kita mengucapkan: Shollaina álaihi, atau; Ushollii álaihi. Kenapa ketika sholat kita harus mengucapkan; “Allahumma sholli álaa Muhammad?.
                Kita jawab; Ketika Allah memerintahkan shalawat atasnya, dalam hal itu kita belum sampai pada kadar wajib. Kita hanya menyerahkannya kepada Allah dengan mengatakan; Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhamad, karena Engkau Maha Mengetahui apa yang pantas untuknya. Kami sangat lemah untuk dapat memenuhi haknya. Kami tidak memiliki kemampuan mengetahui pujian yang pantas untuknya. Segala urusan ini kami wakilkan kepada Engkau.
                  Sebagian ulama mengatakan; Makna ucapan; Állahumma sholli álaa Muhamad; muliakan dia di dunia dengan mengumandangkan dzikirnya, mendukung dakwahnya, dan mengabadikan syariatnya. Sedangkan di akhirat dengan penganugerahan syafaat baginya untuk umatnya, melipatgandakan pahala dan balasan, serta penganugerahan kedudukan yang terpuji.
Fadhilah Bershalawat Atas Nabi SAW
                  Dari Abi Thalhah ra bahwa suatu hari Rasulullah saw datang dengan wajah berseri-seri. Maka kami berkata kepada beliau; “Ya Rasulullah, mengapa hari ini kami lihat wajahmu berseri-seri?!.” Beliau menjawab; “Malaikat (Jibril) baru saja mendatangiku dan berkata; “Sesungguhnya Tuhanmu berfirman; “Tidakkah ini semua membuatmu ridho… Tidaklah seseorang bersholawat atasmu satu kali, kecuali Aku bersholawat atasnya sepuluh kali. Tidaklah seseorang mendoakan keselamatan atasmu satu kali kecuali Aku mendoakan keselamatan atasnya sepuluh kali.”(HR Nasai, Ahmad, Ibn Abi Syaibah, menurut as Sayuthi ini hadits Shahih)
                  Rasulullah saw bersabda; “Sesungguhnya manusia yang paling utama bagiku nanti pada hari Kiamat adalah orang yang paling banyak bershalawat atasku.”(HR Turmudzi, hadits Hasan)
                  Rasulullah saw bersabda”; Örang yang bakhil adalah orang yang apabila disebutkan namaku di hadapannya, dia tidak bershalawat atasku.”(HR Turmudzi, Nasai, dan Ibn Hibban
Hukum-hukum Syariat:
                   Apakah gerangan bentuk (sighot) shalawat dan salam atas Nabi saw?
                Bentuk shalawat Nabi yang bersumber dari Sunnah Nabawiyah sangat banyak. Bahkan tata cara shalawat di kalangan kaum muslimin juga berbeda-beda. Perbedaan itu menunjukkan bahwa untuk memberikan pujian kepada Rasulullah tidak hanya dengan satu cara, tapi bisa dengan cara yang berbeda-beda. Berikut kami kemukakan secara singkat shalawat yang dianggap shahih;
                   Diriwayatkan oleh Syaikhan dari Kaáb ibn Újrah yang berkata; Datang seorang lelaki kepada Rasulullah dan berkata; “Ya Rasulullah, mengirim salam kepada engkau sudah kami ketahui. Tapi bagaimana kami bershalawat atas engkau?.” Beliau bersabda; Ücapkanlah; Ällahumma shalli álaa Muhamad wa álaa Aali Muhamad, kamaa shallaita álaa Ibrahim, innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik álaa Muhamad wa álaa Aali Muhamad, kamaa baarokta álaa Ibrahim, innaka hamiidun majiid.”(HR Bukhari – Muslim)
                   Imam Malik, Ahmad, dan Syaikhon meriwayatkan dari Abi Hamid as Saaídi ra bahwasannya mereka berkata; “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami bershalawat kepada engkau?” Rasulullah saw bersabda; “Kalian ucapkanlah; Ällahumma sholli álaa Muhamadin wa azwaajihii wa dzurriyyatihii, kamaa shallaita álaa Aali Ibrahim. Wa baarik álaa Muhamad wa azwaajihii wa dzurriyyatihi, kamaa baarokta ‘alaa AaliIbrahima, innaka hamiidun majiid.”(HR as Sittah kecauli Turmudzi)
 
                   Al Jamaah mengeluarkan hadits dari Abu Saíd al Khudry ra, ia berkata; “Kami berkata; “Ya Rasulullah, mengirim salam atas engkau telah kami ketahui, bagaimana dengan bershalawat atas engkau?.”Beliau bersabda; “Kalian ucapkanlah; Ällohumma sholli álaa Muhamadin, abdika wa nabiyyika wa Rosuulika kamaa shollaita álaa Ibrahim, wa baarik álaa Muhamadin kamaa baarokta ‘alaa Ibrahim, filáalaamiina innaka hamiidun majiid.” (HR al Jamaah dari Abi saíd a Khudry)
                   Diriwayatkan oleh Muslim, Turmudzi, Nasai dari Abu Masúd al Badry, bahwa ia berkata; “Rasulullah saw mendatangi kami saat berada di  Majelis Saad ibn Ubbadah. Basyir ibn Saad berkata kepada beliau; Ällah memerintahkan kami untuk bershalawat kepada engkau ya Rasulullah, bagaimana cara kami bershalawat?.”Untuk beberapa saat beliau terdiam, hingga kami mengira bahwa beliau tidak pernah ditanya tentang itu. Kemudian beliau  bersabda; “Kalian ucapkanlah; Ällahumma sholli álaa Muhamadin wa álaa Aali Muhamad, kamaa shollaita álaa Ibrahim, wa baarik álaa Muhamad wa álaa Aali Muhamad, kamaa baarokta álaa Ibrahim, innaka hamiidun majiid.”Sedangkan Salam seperti yang telah kalian ketahui.”(HR as Sittah kecuali Bukhari)
                Masih banyak lagi riwayat Shohih lainnya dengan penambahan  maupun pengurangan lafaznya. Selama maksudnya adalah mengagungkan Rasulullah saw dan selama berasal dari riwayat yang shahih, Anda boleh menggunakannya.
                Adapun Salam bentuknya sudah banyak diketahui; Äs Salaamu álaika ya Rasulullah.” Orang yang shalat dalam tasyahhudnya akan membaca; Äs Salaamu álaika ayyuhan nabiyyu warohmatullaahi wabarakaatuhu.
                Makna Salam itu sendiri: Berdoa memohon keselamatan dari segala macam bala’, kesulitan, dan penderitaan.
 
                   Apa makna Shalawat Allah dan para Malaikat atas Nabi as?
                Seperti yang telah dikemukakan di depan bahwa maknanya: Berdoa, kasih sayang, pemuliaan dan pujian. Terakhir firman Allah al Baqarah 157; “Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka.”
                Imam Bukhari dan sebagian Ulama: Maknanya; “Pemuliaan atasnya.”Ini pendapat yang paling terang.
                Imam Hasan Bashri & Saíd ibn Jabir: “Penganugerahan rahmat dan ampunan-Nya.”
                Ada juga yang mengatakan: “Keberkahan dan karomah.”
                Adapun  sholawat malaikat; Mendoakannya dan memohon ampunan untuk umatnya. Yang pasti shalawat Allah berbeda dengan para malaikat.
                Adapun shalawat (Allah & malaikat) yang tergabung dalam ayat: Ïnnallooha wa malaaikatahu yusholluuna álannabii,” adalah sholawat Allah, bukan malaikat. Dalam hal ini para Ahli Tafsir berbeda pendapat;
                   Sebagian mengatakan; Bahwa Allah bersholawat atas nabi, begitu pula malaikat bersholawat atas nabi. Jadi huruf, ‘Wawul Jamaáh’ kembali kepada malaikat.
                   Imam Syafii dan Fakhrurrozi menggunakan Bab Al Jamú bainal Haqiiqoh wal Majaaz (mengumpulkan makna hakiki dan majaz). Jadi lafazh, ‘Ýusholluuna’ bisa kembali kepada Allah maupun malaikat. Jadi maknanya sama dengan; “Sesungguhnya Allah menganugerahkan rahmat kepada nabi-Nya dan para malaikat mendoakannya.”
 
                   Abu Saúd, Abu Hayyan, az Zamakhsyari dan kebanyakan Ahli Tafsir: Menggunakan Bab Úmuumul Majaaz (Keuniversalan Majaz), berarti majaznya bersifat umum. Jadi dhomirnya (kata ganti wawul jamaah) bisa kembali kepada Allah di satu sisi dan para malaikat di sisi lain.
                Abu Saúd berkata: Ayat; “Yusholluuna álan nabi,” berarti, sholawat Allah berupa rahmat, sedangkan malaikat berupa permohonan ampun.
                Abu Hayyan berkata dalam kitab al Bahrul Muhiith; Sholawat Allah tidak sama dengan malaikat, bagaimana mungkin keduanya bisa berserikat?
                Jawabnya; Keduanya berserikat dalam hal sampainya kebaikan. Artinya Allah dengan limpahan rahmat-Nya menghendaki sampainya kebaikan kepada mereka, sedangkan para malaikat memintakan ampun untuk mereka.
                   Apakah sholawat kepada Nabi merupakan anjuran atau kewajiban?
                Perintah Allah dalam ayat di atas berarti wajib. Para ulama sepakat bahwa sholawat atas nabi wajib sekalipun hanya satu kali seumur hidup. Bahkan al Qurthubi menyatakan bersandarkan pada lafazh, “sholluu,” bahwa mengucapkan sholawat atas nabi seperti melafazkan kalimat tauhid. Berarti Islam seseorang tidak dianggap sempurna kecuali dengan mengucapkannya.
                Para ulama berbeda pendapat, apakah kewajiban shalawat atas nabi tersebut berlaku di tiap majelis, setiap kali disebut nama beliau, atau hukumnya sunnah? Perbedaan ini muncul setelah mereka sepakat bahwa sholawat wajib sekali seumur hidup.
 
Ø  Sebagian berkata bahwa sholawat wajib setiap kali disebut nama beliau.
Ø  Yang lain mengatakan; Sholawat wajib dibaca sekali dalam satu majelis, sekalipun nama beliau disebut berkali-kali.
Ø  Sebagian lain berkata; Wajib memperbanyak sholawat tanpa harus terikat dengan majelis atau jumlah. Bahkan mengucap sholawat satu kali seumur hidup tidak cukup.
         Adapun hujjah yang dikemukakan oleh para ulama yang mewajibkan membacanya di tiap majelis dan setiap kali disebut nama Nabi; Bahwa Allah telah memerintahkan. Setiap perintah berlaku untuk setiap pengulangan. Kemudian adanya ancaman yang keras bagi siapapun yang tidak bersholawat kepada beliau.
         Beliau bersabda; “Orang bakhil adalah orang yang ketika disebutkan namaku, dia tidak bersholawat kepadaku.” (HR Turmudzi)
         Atau sabdanya yang lain; “Tidaklah suatu kaum yang duduk dalam suatu majelis kemudian berdiri tanpa menyebut nama Allah dan bersholawat kepada nabi-Nya, kecuali mereka akan menyesal nanti pada hari Kiamat.”
         Pernyataan Jibril kepada Nabi; “Kebinasaanlah pada orang yang ketika disebut kepadanya namamu, dia tidak bersholawat kepadamu.” Aku menjawab; “Amin.” (HR Thabrani)
         Namun Jumhur Ulama berpendapat; Bersholawat atas nabi mendekatkan pelakunya kepada Allah dan terhitung ibadah, setara dengan tasbih dan tahmid. Ia wajib dibaca sekali seumur hidup, sunat dibaca setiap waktu, dan dianjurkan banyak membaca. Artinya, membaca sholawat hukumnya sunnah, bukan wajib.
 
                Imam Abu as Sa’ud; Sholawat sunnah dibaca setiap kali nama beliau disebut.
                Di antara beberapa pendapat di atas, pendapat Jumhur Ulama yang paling shahih dan banyak diikuti.
                   Wajibkah membaca sholawat atas Nabi dalam sholat?
                Dalam hal ini para ulama terbagi menjadi dua madzhab;
                Pertama: Madzhab Syafii dan Ahmad; Membaca sholawat dalam sholat hukumnya wajib. Sholat tidak sah tanpa membacanya.
                Kedua: Madzhab Malik dan Abu Hanifah; Hukumnya sunnah muakkad. Sholat sah tanpa membacanya tapi hukumnya makruh.
                Dalil Madzhab Syafiiyah & Hanabalah:
                Dalil yang mewajibkan menurut madzhab ini sbb;
                   Firman Allah; “Yaa ayyuhalladziina aamanuu sholluu ‘alaihi,” perintah dalam ayat ini berati Wajib.
                   Hadits Ka’ab ibn ‘Ujrah: “Kami berkata; “Ya Rasulullah, kami telah tahu cara berkirim salam atas engkau, bagaimana cara kami bersholawat atasmu?.” Beliau bersabda; “Ucapkanlah; “Allaahumma sholli ‘alaa Muhamad, wa ‘alaa aali Muhamad…
                Ibn Katsir berkata; Imam Syafii berpendapat bahwa membaca sholawat atas nabi dalam Tasyahhud Akhir adalah wajib. Sholat seseorang tidak sah tanpa membacanya. Ini adalah makna zhahir dari ayat di atas. Adapun hadits di atas didukung oleh sekelompok sahabat dari kalangan Madzhab Imam Ahmad, didukung pula oleh Ibn Mas’ud dan Jabir ibn Abdillah.
 
                Dalil Malikiyah dan Hanafiyah:
                Dalil-dalil yang dikemukakan oleh Madzhab ini sbb;
                   Firman Allah; “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu sholluu ‘alaihi,” menurut mereka, mengandung perintah bersholawat atas nabi yang secara zhahir hukumnya wajib. Ketika seseorang telah membacanya sekali saja dalam sholat atau di luar sholat, maka dia telah melaksanakan kewajibannya. Sama dengan kalimat Tauhid dan percaya kepada Nabi, ketika telah dilakukan sekali saja, sudah menggugurkan kewajibannya. Perintah memang melahirkan kewajiban tapi tidak pengulangan.
                   Hadits ibn Mas’ud ketika Rasulullah saw mengajarinya tasyahhud, beliau bersabda; “Jika engkau melakukan ini atau membaca ini, maka sholatmu telah sempurna. Jika engkau berkehendak untuk bangkit, bangkitlah, kemudian pilihlah kalam yang paling baik sesuai kehendakmu.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Turmudzi menshahihkannya) Saat itu beliau tidak memerintahkan membaca sholawat atas Nabi.
                   Hadits Mu’awiyah as Salamy bahwa Nabi saw bersabda; “Sesungguhnya sholat kita ini tidak baik bila di dalamnya tercampur perkataan manusia. Sesungguhnya sholat kita ini terdiri dari tasbih, tahlil, dan bacaan al Qur’an.” Beliau tidak menyebut sholawat atas Nabi saw.
                   Riwayat yang diriwayatkan oleh banyak sahabat, bahwa mereka memotong bacaan sholawat dalam sholat; “Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyu warohmatulloohi wa barokaatuhu,” tidak meneruskan sholawatnya kepada Ibrahim.
               
 
                Abu Bakar ar Rozi berkata; As Syafii menetapkan bahwa membaca sholawat atas nabi dalam sholat adalah wajib. Ini pendapat yang tidak dibantah oleh seorangpun di kalangan Ahli Ilmu. Ia bertolak belakang dengan  sunnah yang diriwayatkan dari Nabi.
                  Bolehkah bersholawat atas selain para Nabi as?
                Para ulama berpendapat bahwa sholawat bisa dibaca atas siapa saja selain para Nabi, karena maknanya adalah berdoa. Mereka melandaskan pendapatnya pada sabda Rasulullah saw; “Allohumma sholli ‘alaa Aali Abi Aufa.” (Ya Allah, anugerahkan rahmat atas keluarga Abi Aufa).
                Ada juga yang berpendapat bahwa sholawat adalah Syi’ar yang khusus untuk para Nabi. Karena itu tidak boleh untuk selain mereka.
                Imam Abu Sa’ud berkata; Sholawat atas selain Nabi boleh jika diposisikan setelah beliau. Seperti; Allohumma sholli ‘alaa Muhamadin wa aalihii Jika sebaliknya tidak boleh, seperti; Allohumma sholli ‘alaa dzurriyyati Muhamadin Karena sholawat adalah syiar yang khusus untuk para Nabi.
Kesimpulan:
        Rasulullah di sisi Allah memiliki kedudukan yang sangat mulia
        Pujian Allah atas Nabi adalah rahmat, sedangkan pujian malaikat adalah lambang dari keagungan risalah
        Menghormati dan mengikuti perintah Nabi adalah wajib bagi kaum mukminin, karena berarti mentaati dan mengagungkan Allah
        Sholawat atas nabi hendaknya menggunakan bentuk yang telah diajarkan syariat
        Disunnahkan bersholawat atas nabi setiap kali disebut namanya, sebagai pemenuhan terhadap perintah Ilahi
        Menyakiti Rasul sama dengan menyakiti Allah dan merupakan sebab turunnya kemurkaan Allah
        Menuduhkan tuduhan  palsu kepada orang mukmin adalah dosa besar
 


Rabu, 18 September 2013

Lupa

Ketika Menpora, Roy Suryo salah menyanyikan lagu Indonesia Raya, banyak orang mempertanyakan nasionalisme beliau. Bahkan tidak sedikit yang menghujat. Seakan-akan seorang pejabat negara haram melakukan kesalahan.
LUPA adalah sifat yang sengaja disematkan Allah pada makhluk yang bernama manusia. Ia adalah keniscayaan dibalik gelaran pembelajaran yang disediakan-Nya. Hanya saja, hal ini hanya dapat dilihat dan diketahui oleh orang yang selalu mengadakan reintrospeksi tanpa mencari kambing hitam.
Dalam al Qur'an Allah SWT. menyebut LUPA sebagai efek dari perbuatan syetan, saat pesan Yusuf pada penyedia minuman raja tidak disampaikan kepada Raja. Di sisi lain, LUPA juga disebut sebagai efek buruk dari ketidaksungguhan, saat Adam tidak dapat menahan diri untuk memakan buah terlarang.

Rabu, 11 September 2013

Poligami & Hikmahnya dalam Islam






1.    Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
2.    dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
3.    dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4.    berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An Nisa 1-4)

Rabu, 12 Juni 2013

Mengapa Rasulullah SAW Menyebut "Ibu" Sampai 3 Kali ???




Ketika salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku hormati?.” Beliau menjawab; “Ibumu.” Sahabat tadi kembali bertanya; “Kemudian siapa?.” Beliau menjawab; “Ibumu.” Sahabat itu kembali bertanya; “Kemudian siapa?.”Beliau menjawab; “Ibumu.” Penasaran, sahabat tadi mengulang pertanyaannya; “Kemudian siapa?.” Rasulullah saw menjawab; “Ayahmu.” (Bukhari - Muslim)

Saya sudah sangat hafal hadits ini sejak duduk di kelas 1 Pondok Pesantren Al Amien Madura. Bahkan setelah beranjak dewasa sampai saat ini, saya sering menyampaikannya sebagai bahan ceramah dan renungan kepada masyarakat, agar kita selalu menghormati sosok yang bernama IBU, melebihi orang lain.


Surat Al Fatihah (Tafsir Ahkam)





URAIAN LAFAZH:

    Kata, الْحَمْدُ لِلّٰهِ : adalah pujian yang indah untuk mengagungkan dan memuliakan.


    Al Qurthubi; Ucapan الْحَمْدُ لِلّٰهِ dalam komunikasi bangsa Arab berarti pujian yang sempurna. Adapun penggunaan (ال) dalam kata tersebut berfungsi untuk melampaui berbagai jenis pujian. Bahwa Allah SWT memiliki segala macam pujian secara mutlak. Ia adalah lawan kata ‘celaan’ dan lebih universal dari rasa syukur. Karena kata syukur hanya digunakan ketika telah mendapat suatu nikmat, sedangkan الْحَمْدُ لِلّٰهِ  lebih dari itu. Suatu contoh;
    
“Seorang lelaki dipuji karena keberanian dan ilmunya.” Bandingkan dengan; “Saya sangat berterima kasih atas kebaikan yang telah dilakukannya pada kami.”

Anjuran Menikah dan Peringatan Tentang Pelacuran

ROWAA-I’UL BAYAAN TAFSIR AAYAATIL AHKAAM MINAL QUR’AN JILID 2 AS SYEIK MUHAMAD ALI AS SHOBUNY DISARIKAN OLEH: RUSYDI HELMI www.rusydihelmi.blogspot.com -  twitter:@rusydihelmi
 
DISAMPAIKAN DALAM:
KAJIAN ISLAM MUSLIMAT MASJID DAARUS SALAM
KOTA WISATA CIBUBUR
&
KAJIAN ISLAM BA’DA SHUBUH MASJID AL ITTIHAD
 LEGENDA WISATA CIBUBUR

SURAT AN NUR : 32 - 34
 




Rabu, 08 Mei 2013

Menikahi Wanita Musyrikah (Al Baqoroh : 221)





Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.


(QS Al Baqoroh : 221)


Senin, 06 Mei 2013

Surat Al Fatihah



 SEKILAS TENTANG PEMBUKA AL QUR’AN & FADHILAHNYA

Surat ini diturunkan di kota Mekkah dan terdiri dari 7 ayat secara Ijma’. Ia memiliki beberapa nama yang terkenal;

1.    Al Fatihah: Disebut demikian, karena ia menjadi Surat Pembuka yang secara urut berada di halaman depan al Qur’an, bukan berdasarkan urutan turunnya ayat. Ibn Jarier at Thobari; “Disebut demikian, karena ia ditulis di pembukaan kitab al Qur’an dan selalu dibaca dalam shalat 5 waktu.”