Rabu, 12 Juni 2013

Mengapa Rasulullah SAW Menyebut "Ibu" Sampai 3 Kali ???




Ketika salah seorang sahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya; “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku hormati?.” Beliau menjawab; “Ibumu.” Sahabat tadi kembali bertanya; “Kemudian siapa?.” Beliau menjawab; “Ibumu.” Sahabat itu kembali bertanya; “Kemudian siapa?.”Beliau menjawab; “Ibumu.” Penasaran, sahabat tadi mengulang pertanyaannya; “Kemudian siapa?.” Rasulullah saw menjawab; “Ayahmu.” (Bukhari - Muslim)

Saya sudah sangat hafal hadits ini sejak duduk di kelas 1 Pondok Pesantren Al Amien Madura. Bahkan setelah beranjak dewasa sampai saat ini, saya sering menyampaikannya sebagai bahan ceramah dan renungan kepada masyarakat, agar kita selalu menghormati sosok yang bernama IBU, melebihi orang lain.



Kesadaran itu muncul menyeruak dari sanubari justeru saat saya kehilangan sosoknya yang sedemikian teduh.  Ya… sangat teduh… Keteduhan itu seakan memberi tanda, bahwa betapapun besarnya dosa seorang anak terhadapnya, kedua tangannya akan selalu terkembang untuk merengkuh dan merangkulnya guna memberi rasa aman. Lalu nasihatnya akan meluncur teratur dari lisannya. Dan doa-doanya mengalir lewat belaian tangannya yang tak kenal kata pamrih. Ya…tanpa pamrih…

Lalu, mengapa sosok Sebaik-baik Manusia itu menyebutnya sampai 3 kali dalam sabdanya…??
Banyak sekali alasan yang melatari sabdanya…
1. Darinya kita belajar bicara, memegang, makan dan segala hal…

Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan kita saat masih bayi Dia orang pertama yang mengajak kita bicara, walau kita tidak bisa menjawabnya. Ia mengajari kita memegang sesuatu, melatih mata kita untuk melihat benda-benda berwarna di sekitar kita. Ia juga mengajari kita tertawa dan tersenyum. Dia juga yang mengajari kita mandi, berpakaian, dan makan. Dan dia tidak segan untuk memberi kita pujian saat kita melakukan sesuatu yang menyenangkan. Bahkan ia tidak pernah malu untuk meminta maaf atas kesalahan yang tak sengaja dilakukannya. Padahal saat itu kita tidak mengerti apa-apa…

2. Darinya kita belajar kearifan…

Ingat, saat kita pulang sekolah dengan segudang keluhan? Kata pertama yang keluar dari lisan kita saat pertama menjejakkan kaki di rumah adalah “IBU” Lalu sambil duduk di pangkuannya berbagai ocehan keluar dari lisan kita, dari hal paling lucu sampai yang mengesalkan. Padahal boleh jadi beliau lagi banyak pekerjaan yang belum sempat diselesaikan. Boleh jadi beliau sedang dirundung persoalan yang membuatnya sedih, namun kita tidak mengerti. Tapi, beliau selalu siap mendengarkan dengan mengesampingkan segala yang menjadi kepentingan dirinya.
Sikap ibu selalu mengesampingkan kepentingan dirinya dan mengedepankan kepentingan kita. Ini adalah bentuk pengajarannya kepada kita tentang kearifan. Bahwa kemuliaan kita sangat ditentukan oleh seberapa besar kita memuliakan orang lain.

3. Darinya kita belajar pengorbanan…

Ketika penyakit menjangkiti badan kita, tak urung ia juga merasakan sakit. Saat kita tidak bisa tidur sepanjang malam, lantaran sakit yang kita derita, tak sedikitpun matanya terpejam. Dijaga dan dirawatnya kita dengan sepenuh hati. Ia akan selalu berdoa kepada Allah untuk kesembuhan kita.
Bahkan andai Allah berkenan, ia akan memohon kepada-Nya untuk memindahkan penyakit anaknya pada dirinya.
Coba kita lihat… ketika ada seorang ibu melakukan suatu perbuatan yang membuat malu anggota keluarganya, siapa yang akan membelanya? Bahkan ketika ada yang bertanya; “Siapa keluarga ibu ini?.”
Hampir tidak ada yang mengakuinya. Bahkan seorang anak pun, tidak akan mengakui bahwa dia adalah ibunya.
Tapi sebalilknya… jika ada seorang anak melakukan perbuatan  yang membuat malu anggota keluarganya, kemudian ada yang bertanya; “Anak siapakah ini?.” 
Sang ibu dengan lantang penuh ketulusan akan berkata; “Dia anakku…”
Pantas Rasulullah saw bersabda ketika ditanya oleh Aisyah tentang seorang wanita yang membelah dua sebiji kurma yang diterimanya, kemudian diberikan kepada dua puterinya yang kelaparan; “Tahukah kamu wahai Aisyah… bahwa sebelah biji kurma yang diberikan kepada dua puterinya itulah yang akan melindunginya dari jilatan api neraka.”

4. Darinya kita belajar mengingat Allah…

Tak henti-hentinya dia mengajari kita mengucapkan huruf-huruf Hijaiyah hingga kita tertidur lelap.  Doa-doa pun tak henti dia ajarkan, hingga lisan kita fasih mengucapkannya.
Setiap kali ia melihat sesuatu yang indah, ditanamkannya pada kita, bahwa dibalik segala sesuatu yang indah pasti ada sang Pencipta yang lebih indah.
Cukup beralasan jika Allah menganugerahkan mahkota surga di atas kepalanya, setiap kali anak yang diajarinya membaca al Qur’an. Cahaya mahkota itu lebih terang dari sinar matahari dunia.

5. Darinya kita belajar memaafkan…

Saat kita adukan padanya teman yang melakukan hal buruk, ia selalu mengajari kita untuk memaafkannya. Ia selalu mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang tidak melakukan kesalahan. Kalau suatu saat kita ingin dimaafkan orang, berikanlah maaf kepada orang lain.
Memberi maaf pada orang lain adalah upaya untuk memberi maaf pada diri kita di masa depan. Karena sikap kita pada orang lain akan menjamin sikap orang lain pada kita.

6. Darinya kita belajar keikhlasan…

Dia selalu mengajari kita untuk memberi tanpa mengharap balasan. Karena dia selalu yakin, bahwa suatu perbuatan baik bisa kita lakukan, bukan karena kita mampu melakukannya. Tapi lantaran Allah ridho terhadap apa yang kita lakukan.
Jika semua yang kita lakukan berasal dari Allah, tidak patut bagi kita untuk mengharapkan sesuatu yang lebih dari yang telah Dia tetapkan atas kita.
Hal ini sangat terasa saat kita berkunjung ke kediamannya (baca:mudik) Di tengah ketidakmampuannya, ia selalu menyediakan makanan yang menjadi kesukaan kita. Tidak jarang ia membekali kita dengan oleh-oleh yang tidak sedikit. Bahkan ia tidak akan memakan kue yang disukai anaknya, jika ia tahu bahwa anaknya akan datang.

Kini semua itu tinggal kenangan… Tatapan teduh itu sudah tidak ada lagi… Sosok yang kerap menunggu kita di depan pintu rumah itu sudah tak lagi terlihat… Dua tangan yang selalu terkembang setiap kali kita datang itu juga sudah tiada… Hilang bersama waktu yang tak mungkin kembali…
Namun… nun jauh di sana, di tempat yang tidak pernah bisa kita lihat secara kasat mata, ia sedang menunggu untaian doa-doa dan lantunan bacaan Qur’an kita. Setidaknya buat meringankan beban dosa yang mungkin pernah dilakukannya di masa lalu…

Nanti… jika ada yang bertanya padaku tentang PAHLAWAN, pasti namamu… IBU… yang  pertama aku sebutkan….

Tulisan ini saya dedikasikan untuk setiap wanita yang dipanggil… I B U… sebutan kebanggaan yang disematkan Allah SWT atasnya…



                                                Cileungsi, 20 Mei 2013
 

1 komentar: