Kamis, 28 Januari 2021
ISTIGHFAR PENGAMAN KAUM MUSLIM SAMPAI HARI KIAMAT
Ketika Rasulullah saw memberikan penjelasan panjang lebar mengenai kemuliaan dan keagungan malam Lailatul Qadar, ummul mukminin Siti Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw;
"Ya
Rasulullah, seandainya saya sempat mendapat anugerah Lailatul Qadar, doa apakah
gerangan yang patut untuk kupanjatkan?." Beliau bersabda; "Ya
Humairah, jika engkau mendapat anugerah itu, bacalah;
أَللَّهُمَّ
إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ وَاعْفُ عَنِّى
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha
Pemaaf Pengampun, suka mengampuni, dan ampunilah aku."
Pada kali yang lain Rasulullah mendapati seorang
wanita hitam berpenyakit ayan (epilepsi) sedang kambuh. Setelah kembali sadar,
beliau bersabda kepadanya; "Wahai wanita... Jika engkau berkehendak, aku
akan memohon kepada Allah agar menyembuhkanmu. Dan jika engkau berkehendak, aku
akan memohon kepada Allah agar mengampuni dosa-dosamu." Wanita hitam itu
memandang wajah beliau sambil tersenyum dan berkata; "Ya Rasulullah,
doakanlah aku agar Allah mengampuni dosa-dosaku. Biarlah aku bersabar atas penyakit
ini, namun doakanlah agar ketika penyakit ini kambuh auratku tidak
tersingkap."
Begitu pun dengan Ka’ab ibn Rabi’ah, seorang dari 400
orang Muhajirin miskin yang tidak memiliki pekerjaan dan tinggal di serambi Masjid
Nabawi. Ma’isyah mereka bergantung pada kiriman makanan kaum muslimin ke masjid.
Karena ibadah dan perhatiannya kepada apa yang menjadi kebutuhan Rasulullah saw,
suatu hari pernah memanggilnya; “Wahai Rabi’ah... Katakan apa yang menjadi keinginanmu, agar aku mendoakannya
kepada Allah SWT.” Mendengar sabda sosok yang dihormatinya, ia berkata; “Rasulullah,
bisakah memberikan waktu padaku untuk memikirkannya?.” “Silahkan,” jawab
beliau.
Beberapa hari kemudian Rabi’ah datang menghadap beliau
dan berkata; “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah untukku agar Ia mengampuni
dosa-dosaku dan memasukkan aku menjadi temanmu di surga.” “Tidakkah engkau
ingin agar aku mendoakan agar Allah mengabulkan apa yang menjadi keinginan
duniamu,” tanya beliau lebih lanjut. “Tidak, ya Rasulullah. Bukankah dunia itu
fana?,” jawabnya mantap.
Tiga sempalan kisah di atas adalah sedikit dari sekian
banyak kisah sahabat yang diberi kesempatan oleh Rasulullah untuk didoakan agar
keinginannya dikabulkan Allah SWT. Namun yang menarik adalah tidak ada seorangpun
di antara mereka yang meminta dunia. Yang mereka minta adalah AMPUNAN atas
dosa-dosa masa lalu yang dilakukan.
Kisah di atas menggugah kesadaran kita, betapa banyak
di antara kita yang memberikan porsi perhatian lebih besar pada terkabulnya
keinginan (doa), tanpa menimbang kadar dosa yang telah kita lakukan dan tak kunjung
memohon ampun. Padahal dosa adalah faktor paling besar yang akan menghambat pengkabulan
doa-doa, bahkan berpotensi besar turunnya adzab Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda dalam hadits Imam
Turmidzi :
“Allah telah menurunkan
kepadaku 2 pengaman / penyelamat bagi umat dari bencana dan adzab; 1.
Keberadaanku, 2. Istighfar. Saat aku telah tiada, masih tersisa satu untuk
umatku sampai hari Kiamat, yakni ISTIGHFAR.” (HR.
Turmidzi)
Allah
berfirman dalam QS. Al Anfaal [8] : 32;
وَ مَا
كَانَ اللهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَ أَنْتَ فِيْهِمْ وَ مَا كَانَ اللهُ
مُعَذِّبَهُمْ وَ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ ﴿٣٣﴾
“Dan tidaklah
Allah akan mengadzab mereka sementara engkau ada di antara mereka, dan tidaklah
Allah akan mengadzab mereka sementara mereka selalu beristighfar.”
Secara naluriah manusia selalu berharap agar urusan-urusan
dunianya berjalan lancar sesuai dengan impiannya. Mereka akan melakukan apa
saja untuk melenyapkan kesulitan yang menghalangi jalannya, walau tidak sedikit
yang tidak peduli apakah jalan yang ditempuhnya halal atau haram. Bila tidak
berhasil juga, mereka cenderung mencari kambing hitam, bahkan Allah menjadi
salah satu sasarannya. Nafsunya akan hasrat dunia cenderung mengaburkan akal
sehatnya, bahkan mengklaim bahwa tidak ada yang benar selain dirinya. Mengucap
istighfar? Tentu saja sangat jauh...
Istighfar harus menjadi pilihan lantaran jika hati
sudah bersih akan sangat mudah petunjuk itu datang. Jika petunjuk mudah datang,
semakin mudah ilmu masuk. Jika ilmu mudah masuk, semakin mudah dunia yang
menjadi impian datang. Yang pasti, Allah akan menghindarkan kita dari adzabNya
hanya dengan kontinyu mengakui kesalahan dengan membaca istighfar.
Nabi Adam as ketika melanggar larangan karena memakan
buah larangan, tidak pernah menyalahkan istri dan iblis sebagai kambing hitamnya.
Tapi dia menjadikan kelemahan dirinya untuk menolak godaan itu sebagai sebab
utamanya. Ia berdoa; QS. Al A’raf [7] : 23;
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَ إِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Tuhan kami, kami telah menzhalimi
diri-diri kami, jika Engkau tidak pernah mengampuni kami, niscaya kami termasuk
golongan orang-orang zhalim.”
Nabi Yunus as, ketika dihukum Allah
lantaran meninggalkan umatnya sebelum ada perintah dan dihukum ditelan ikan hiu
berhari-hari, tidak pernah menyalahkan kaumnya. Pun tidak pernah meminta untuk
segera dikeluarkan dari perut ikan. Tapi dia hanya selalu mengakui kezhalimannya
dan memohon ampun; QS. Al Anbiya’ [21] : 87;
لاَ إِلَهَ
إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
“Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci
Engkau, sesungguhnya aku termasuk golongan orrang-orang yang zhalim.”
Perhatikanlah janji Allah bagi orang-orang yang beristighfar
dan bertaubat kepadaNya; QS. Hud [11] : 52;
وَ
يٰقَوْمِ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوْبُوْآ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَآءَ
مِدْرَارًا وَ يَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَ لاَ تَتَوّلَّوْا
مُجْرِمِيْنَ ﴿هود ٥٢﴾
“Wahai kaumku, beristighfarlah kepada
Tuhanmu dan bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia akan menurunkan hujan deras
kepadamu, Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa.”
Mari beristighfar terutama pada
waktu Sahur, karena Nabi kita Muhamad saw bersumpah; “Demi Allah,
sesungguhnya aku beristighfar dan bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari
70 X.” (HR. Bukhari)