1.
Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.
2.
dan berikanlah kepada
anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik
dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
3.
dan jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265],
Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4.
berikanlah maskawin
(mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An Nisa 1-4)
Makna Global Ayat:
•
Allah menciptakan manusia dari jiwa
yang satu. Dari jiwa itu diciptakan pasangannya untuk kemudian berketurunan
•
Allah memerintahkan memelihara 2
ikatan; Ikatan Iman kepada Allah dan Ikatan Kekerabatan dan Silaturrahim
•
Perintah Allah memelihara hak-hak anak
yatim, menjaga harta mereka, dan tidak memusuhinya
•
Allah memerintahkan poligami daripada
menikahi wanita yatim asuhannya namun tidak memberinya maskawin dan tidak dapat
bersikap adil kepadanya sebagaimana kepada wanita lain
•
Kewajiban membayar maskawin kepada
wanita yang akan dinikahi
Sababun Nuzul:
Ø
Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim bahwa
ada seorang lelaki dari kalangan Bani Ghothofan yang memegang harta milik
seorang anak yatim, putera saudaranya. Setelah baligh, anak itu meminta
hartanya tapi lelaki itu enggan memberikannya. Anak yatim itu mengadukan halnya
kepada Rasulullah saw, lalu turunlah ayat;
Ø Dari
Aisyah ra bahwa ada seorang lelaki menikahi seorang wanita yatim yang
dalam asuhannya. Wanita ini memiliki tandan kurma yang dititipkan kepada lelaki
tersebut,namun ia tidak menerima pemberian apapun darinya. Lalu turunlah ayat;
Ø Diriwayatkan
oleh Bukhari dari Urwah ibn Zubair bahwa dia bertanya kepada Aisyah tentang
ayat;
Beliau menjawab; “Wahai putera
saudariku, wanita ini berada dalam rumah walinya. Walinya tertarik pada harta
dan kecantikannya serta ingin menikahinya tanpa membayar maskawinnya. Ayat ini
diturunkan sebagai larangan menikahinya kecuali ia bisa bersikap adil dan
membayar maskawin yang menjadi haknya. Dengan ayat ini mereka diperintahkan
untuk menikah dengan wanita selainnya. Lalu masyarakat meminta petunjuk kepada
Rasulullah saw, lalu turunlah ayat;
Lathoif Tafsir:
- Surat
ini disebut an Nisa karena hukum tentang wanita sangat dominan, meliputi
hukum munakahat, mawarits, hak-hak suami isteri, termasuk hukum pertalian
nasab, persaudaraan karena pernikahan, dan hukum-hukum syariat lainnya.
- Ayat
ini menjadi bantahan atas Teori Evolusi Darwin
- Menurut
Jumhur Ulama, ibu Hawa disebut Hawa karena diciptakan dari sesuatu yang
hidup. Berdasarkan ayat di atas Abu Muslim menolak anggapan bahwa wanita
diciptakan dari Tulang Rusuk, karena khawatir ada yang menafsirkan bahwa
manusia diciptakan dari dua jenis. Pendapat ini didukung oleh Syeikh
Muhamad Abduh dalam kitabnya Tafsir al Manar
- Larangan
memakan harta anak yatim dengan tidak mencampur harta mereka dengan harta
walinya
- Abu as Saúd; Äyat ini mengandung anjuran tentang keharusan mengasuh dan mengasihi anak yatim serta mempercepat pembayaran hartanya jika sudah baligh
- Pemaparan ayat tentang anak yatim dan pernikahan secara bersamaan dalam ayat:
Karena wanita dalam kondisi lemah seperti halnya anak yatim. Di sisi lain,
wanita yatim itu hidup dalam rumah walinya. Kecantikan dan harta
wanita itu membuat walinya tertarik menikahinya tanpa membayar maskawin. Karena
itu Allah melarang perbuatan tersebut
Hukum-hukum Syariat:
v Apa
hukum saling meminta atas nama kasih sayang?
Sebagian
Ulama membolehkan saling meminta atas nama kasih sayang (bil Arhaami),
senampang tidak dimaksudkan untuk bersumpah.Tapi jika dimaksudkan untuk sumpah,
Ibn Äthiyah, az Zujjaj, dan al Qurthubi melarangnya.
v Apakah
harta anak yatim harus diberikan sebelum dia baligh?
Menurut
al Quran membayarkan harta anak yatim adalah wajib; “dan bayarkanlah harta
anak-anak yatim…”
Pembayaran
harta mereka sebelum baligh adalah kesepakatan para ulama yang dilandaskan pada
ayat; “dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
menikah. Kemudian jika menurutmu mereka cukup cerdas, serahkanlah harta mereka…”
(04:06)
Karena
anak kecil tidak pandai memelihara harta. Mengenai ayat diatas terdapat dua
penafsiran;
-
Maksudnya adalah anak-anak yatim yang
telah baligh
-
- Anak-anak yatim yang masih kecil.
Yang dimaksud dengan, äl iitaak” adalah memberi
mereka uang belanja, makan, dan pakaian dengan tetap menjaga bahkan
mengembangkan hartanya tanpa mentabdzirkannya.
v Apakah
perintah, “fankihuu maa thooba lakum” berarti wajib atau mubah?
-
Jumhur Ulama: perintah tersebut
menunjukkan mubah (halal) sebagaimana perintah Allah dalam hal makan dan minum
dari rizki yang halal.
-
Ahlu Zhahir: Perintah itu menunjukkan
wajib. Mereka berlandaskan pada ayat; “Dan barangsiapa di antara kalian
tidak memiliki biaya untuk menikahi wanita… dan kalian bersabar lebih baik.”(04:25)
-
Imam Al Fakhr: Dalam ayat tersebut
tersirat bahwa tidak melakukan pernikahan seperti model tersebut lebih baik.
Karena hal itu bukanlah perbuatan yang halal, apalagi wajib.
v Apa
makna ayat, “matsnaa wa tsulaatsa wa rubaa’”?
-
Seluruh Ahli Bahasa sepakat bahwa yang
dimaksud dengan kata tersebut adalah bilangan yang nilainya sesuai dengan angka
yang dimaksud.
-
Imam az Zamakhsyari: Maksudnya adalah
mengumpulkan (menikahi wanita) sejumlah angka yang dimaksud.
-
Para Ulama Fiqih sepakat bahwa ayat
ini menjadi penegasan tentang haramnya menikahi perempuan lebih dari empat
orang. Ada sekelompok orang yang memahami huruf “wau”di ayat tersebut
sebagai huruf áthof (penghubung), dan dijadikan dalil bolehnya menikah
dengan sembilan orang perempuan.
-
Al Qurthubi: Ayat ini tidak
menunjukkan bolehnya menikahi sembilan wanita. Ia mengatakan bahwa huruf ‘wau”
pada ayat di atas adalah penggabungann sesuai dengan angka dimaksud.
-
Pendapat tersebut dikemukakan oleh
kelompok ar Rofidhoh dan sebagian kel. Az zhohir yang
menyandarkan dalilnya pada Rasulullah yang menikahi 9 orang wanita. Bahkan
lebih ekstrem lagi mereka membolehkan mengumpulkan sampai 18 perempuan.
-
Pernah seorang lelaki bernama Ghoilan
yang beristri 10 datang kepada Rasulullah saw untuk memeluk Islam. Beliau
memerintahkannya untuk memilih 4 dan menceraikan yang lainnya.
Intisari Ayat:
- Seluruh
manusia berasal dari jiwa yang satu dan dinisbatkan padanya
- Boleh
saling meminta atas nama Allah tanpa dimaksudkan untuk sumpah
- Hakikat
kasih sayang sangat agung, karena itu harus disambungkan serta tidak boleh
diputuskan
- Wajib
memelihara anak yatim, menjaga hartanya, dan membayarkannya saat mereka sudah
baligh
- Halal
menikahi sampai 4 orang dengan syarat adil dalam pembagian di antara
mereka
- Wajib
membatasi istri satu saja jika merasa khawatir tidak dapat berbuat adil
Hikmah Pensyariatan:
•
Masalah poligami (menikahi 2,4,5, s/d
10 isteri) sudah terjadi jauh sebelum Islam datang, namun tanpa ikatan hukum
yang jelas, bahkan cenderung tidak manusiawi
•
Islam datang dengan aturan dan hukum
yang jelas. Seperti hadits tentang Ghoilan saat memeluk agama Islam
memiliki 10 isteri tanpa ikatan jelas. Islam menegaskan bahwa dalam hal ini
terdapat batasan yang tidak dapat dilanggar (yakni 4 isteri). Selain itu juga
terdapat ikatan dan syarat tertentu dalam kehalalannya, yakni bersikap adil di
antara mereka. Jika ikatan dan syarat tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka
wajib membatasi 1 orang saja. Sesuai dengan firman-Nya: “… jika kalian tidak
bisa berlaku adil, maka cukup menikah satu orang atau menikahi budak-budak yang
kalian miliki.”
•
Berpoligami merupakan kebanggaan dalam
Islam, karena melambangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah rumit yang
membelenggu umat
•
Banyak sebab yang menyebabkan poligami
sangat penting dilakukan;
o
Isteri menderita sakit atau mungkin
mandul
o
Timpangnya populasi antara laki-laki
dan perempuan
•
Tentang timpangnya populasi di
kalangan masyarakat Jerman setelah pecahnya PD II, seorang ilmuwan Jerman
berkata di sebuah universitas; “Salah satu solusi yang harus dilakukan untuk
mengatasi masalah di kalangan wanita Jerman adalah berpoligami… Saya lebih suka
menganjurkan seorang lelaki yang berhasil untuk menikahi 10 orang wanita,
daripada pernikahan seorang wanita dengan seorang lelaki yang gagal… Ini bukan
hanya pendapat saya, tapi juga seluruh wanita Jerman.”
Sayyid Qutb yang dikenal
dengan gelar Syahidul Islam berkata dalam kitabnya, “As Salaamul Äalamy fil
Islam”; “Perbincangan panjang terjadi seputar Poligami, apakah ia merupakan
inti dari penyakit membahayakan di kalangan masyarakat? Saya melihat bahwa
setiap persoalan yang terjadi di masyarakat selalu diperlukan syariat, kecuali
poligami… Masalah poligami adalah masalah matematis, tidak perlu teori apalagi
syariat.
Dalam masyarakat selalu
ada lelaki dan wanita. Tinggal dilihat, bila jumlah lelaki dan wanita seimbang,
tentu poligami bukan langkah yang diperlukan. Namun jika jumlah lelaki lebih
sedikit dari wanita (seperti setelah PD II), di sini terdapat kemungkinan
dilakukannya poligami.
Kita lihat di Jerman
saat ini, satu lelaki berbanding tiga wanita. Bagaimana syariat menyelesaikan
persoalan ini?
Dalam hal ini setidaknya
ada 3 masalah;
1.
Seorang lelaki menikahi satu
perempuan, sementara dua wanita tidak mengenal lelaki, tidak punya rumah, anak,
dan keluarga.
2.
Seorang lelaki menikahi satu wanita
dan melakukan pergaulan bebas. Dua atau satu wanita boleh jadi mengenal lelaki,
tapi tidak memiliki anak dan rumah. Kalaupun memiliki anak, itu dihasilkan dari
hubungan yang salah.
3.
Seorang lelaki berpoligami, harkat
wanita terangkat, memiliki rumah dan keluarga yang aman serta tenteram, dan
harkatnya di kalangan masyarakat terhormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar