Rabu, 11 September 2013

Poligami & Hikmahnya dalam Islam






1.    Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
2.    dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
3.    dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
4.    berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An Nisa 1-4)



Makna Global Ayat:

       Allah menciptakan manusia dari jiwa yang satu. Dari jiwa itu diciptakan pasangannya untuk kemudian berketurunan
       Allah memerintahkan memelihara 2 ikatan; Ikatan Iman kepada Allah dan Ikatan Kekerabatan dan Silaturrahim
       Perintah Allah memelihara hak-hak anak yatim, menjaga harta mereka, dan tidak memusuhinya
       Allah memerintahkan poligami daripada menikahi wanita yatim asuhannya namun tidak memberinya maskawin dan tidak dapat bersikap adil kepadanya sebagaimana kepada wanita lain
       Kewajiban membayar maskawin kepada wanita yang akan dinikahi

Sababun Nuzul:

Ø  Dikeluarkan oleh Ibn Abi Hatim bahwa ada seorang lelaki dari kalangan Bani Ghothofan yang memegang harta milik seorang anak yatim, putera saudaranya. Setelah baligh, anak itu meminta hartanya tapi lelaki itu enggan memberikannya. Anak yatim itu mengadukan halnya kepada Rasulullah saw, lalu turunlah ayat;
Ø  Dari Aisyah ra  bahwa ada seorang lelaki menikahi seorang wanita yatim yang dalam asuhannya. Wanita ini memiliki tandan kurma yang dititipkan kepada lelaki tersebut,namun ia tidak menerima pemberian apapun darinya. Lalu turunlah ayat;

Ø  Diriwayatkan oleh Bukhari dari Urwah ibn Zubair bahwa dia bertanya kepada Aisyah tentang ayat;
Beliau menjawab; “Wahai putera saudariku, wanita ini berada dalam rumah walinya. Walinya tertarik pada harta dan kecantikannya serta ingin menikahinya tanpa membayar maskawinnya. Ayat ini diturunkan sebagai larangan menikahinya kecuali ia bisa bersikap adil dan membayar maskawin yang menjadi haknya. Dengan ayat ini mereka diperintahkan untuk menikah dengan wanita selainnya. Lalu masyarakat meminta petunjuk kepada Rasulullah saw, lalu turunlah ayat;

Lathoif Tafsir:

  1. Surat ini disebut an Nisa karena hukum tentang wanita sangat dominan, meliputi hukum munakahat, mawarits, hak-hak suami isteri, termasuk hukum pertalian nasab, persaudaraan karena pernikahan, dan hukum-hukum syariat lainnya.
  2. Ayat ini menjadi bantahan atas Teori Evolusi Darwin
  3. Menurut Jumhur Ulama, ibu Hawa disebut Hawa karena diciptakan dari sesuatu yang hidup. Berdasarkan ayat di atas Abu Muslim menolak anggapan bahwa wanita diciptakan dari Tulang Rusuk, karena khawatir ada yang menafsirkan bahwa manusia diciptakan dari dua jenis. Pendapat ini didukung oleh Syeikh Muhamad Abduh dalam kitabnya Tafsir al Manar
  1. Larangan memakan harta anak yatim dengan tidak mencampur harta mereka dengan harta walinya
  2. Abu as Saúd; Äyat ini mengandung anjuran tentang keharusan mengasuh dan mengasihi anak yatim serta mempercepat pembayaran hartanya jika sudah baligh
  3. Pemaparan ayat tentang anak yatim dan pernikahan secara bersamaan dalam ayat: 

Karena wanita dalam kondisi lemah seperti halnya anak yatim. Di sisi lain, wanita yatim itu hidup dalam rumah walinya.  Kecantikan dan  harta wanita itu membuat walinya tertarik menikahinya tanpa membayar maskawin. Karena itu Allah melarang perbuatan tersebut

Hukum-hukum Syariat:

v  Apa hukum saling meminta atas nama kasih sayang?
Sebagian Ulama membolehkan saling meminta atas nama kasih sayang (bil Arhaami), senampang tidak dimaksudkan untuk bersumpah.Tapi jika dimaksudkan untuk sumpah, Ibn Äthiyah, az Zujjaj, dan al Qurthubi melarangnya.

v  Apakah harta anak yatim harus diberikan sebelum dia baligh?
Menurut al Quran membayarkan harta anak yatim adalah wajib; “dan bayarkanlah harta anak-anak yatim…
Pembayaran harta mereka sebelum baligh adalah kesepakatan para ulama yang dilandaskan pada ayat; “dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurutmu mereka cukup cerdas, serahkanlah harta mereka…” (04:06)
Karena anak kecil tidak pandai memelihara harta. Mengenai ayat diatas terdapat dua penafsiran;
-          Maksudnya adalah anak-anak yatim yang telah baligh
-          - Anak-anak yatim yang masih kecil. Yang dimaksud dengan, äl iitaak”     adalah memberi mereka uang belanja, makan, dan pakaian dengan tetap menjaga bahkan mengembangkan hartanya tanpa mentabdzirkannya.

v  Apakah perintah, “fankihuu maa thooba lakum” berarti wajib atau mubah?
-          Jumhur Ulama: perintah tersebut menunjukkan mubah (halal) sebagaimana perintah Allah dalam hal makan dan minum dari rizki yang halal.
-          Ahlu Zhahir: Perintah itu menunjukkan wajib. Mereka berlandaskan pada ayat; “Dan barangsiapa di antara kalian tidak memiliki biaya untuk menikahi wanita… dan kalian bersabar lebih baik.”(04:25)
-          Imam Al Fakhr: Dalam ayat tersebut tersirat bahwa tidak melakukan pernikahan seperti model tersebut lebih baik. Karena hal itu bukanlah perbuatan yang halal, apalagi wajib.

v  Apa makna ayat, “matsnaa wa tsulaatsa wa rubaa’”?
-          Seluruh Ahli Bahasa sepakat bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah bilangan yang nilainya sesuai dengan angka yang dimaksud.
-          Imam az Zamakhsyari: Maksudnya adalah mengumpulkan (menikahi wanita) sejumlah angka yang dimaksud.
-          Para Ulama Fiqih sepakat bahwa ayat ini menjadi penegasan tentang haramnya menikahi perempuan lebih dari empat orang. Ada sekelompok orang yang memahami huruf “wau”di ayat tersebut sebagai huruf áthof (penghubung), dan dijadikan dalil bolehnya menikah dengan sembilan orang perempuan.
-          Al Qurthubi: Ayat ini tidak menunjukkan bolehnya menikahi sembilan wanita. Ia mengatakan bahwa huruf ‘wau” pada ayat di atas adalah penggabungann sesuai dengan angka dimaksud.
-          Pendapat tersebut dikemukakan oleh kelompok ar Rofidhoh  dan sebagian  kel. Az zhohir yang menyandarkan dalilnya pada Rasulullah yang menikahi 9 orang wanita. Bahkan lebih ekstrem lagi mereka membolehkan mengumpulkan sampai 18 perempuan.
-          Pernah seorang lelaki bernama Ghoilan yang beristri 10 datang kepada Rasulullah saw untuk memeluk Islam. Beliau memerintahkannya untuk memilih 4 dan menceraikan yang lainnya.

Intisari Ayat:
  1. Seluruh manusia berasal dari jiwa yang satu dan dinisbatkan padanya
  2. Boleh saling meminta atas nama Allah tanpa dimaksudkan untuk sumpah
  3. Hakikat kasih sayang sangat agung, karena itu harus disambungkan serta tidak boleh diputuskan
  4. Wajib memelihara anak yatim, menjaga hartanya, dan membayarkannya saat mereka sudah baligh
  5. Halal menikahi sampai 4 orang dengan syarat adil dalam pembagian di antara mereka
  6. Wajib membatasi istri satu saja jika merasa khawatir tidak dapat berbuat adil

Hikmah Pensyariatan:

       Masalah poligami (menikahi 2,4,5, s/d 10 isteri) sudah terjadi jauh sebelum Islam datang, namun tanpa ikatan hukum yang jelas, bahkan cenderung tidak manusiawi
       Islam datang dengan aturan dan hukum yang jelas. Seperti hadits tentang Ghoilan  saat memeluk agama Islam memiliki 10 isteri tanpa ikatan jelas. Islam menegaskan bahwa dalam hal ini terdapat batasan yang tidak dapat dilanggar (yakni 4 isteri). Selain itu juga terdapat ikatan dan syarat tertentu dalam kehalalannya, yakni bersikap adil di antara mereka. Jika ikatan dan syarat tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka wajib membatasi 1 orang saja. Sesuai dengan firman-Nya: “… jika kalian tidak bisa berlaku adil, maka cukup menikah satu orang atau menikahi budak-budak yang kalian miliki.”
       Berpoligami merupakan kebanggaan dalam Islam, karena melambangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah rumit yang membelenggu umat
       Banyak sebab yang menyebabkan poligami sangat penting dilakukan;
o   Isteri menderita sakit atau mungkin mandul
o   Timpangnya populasi antara laki-laki dan perempuan
       Tentang timpangnya populasi di kalangan masyarakat Jerman setelah pecahnya PD II, seorang ilmuwan Jerman berkata di sebuah universitas; “Salah satu solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah di kalangan wanita Jerman adalah berpoligami… Saya lebih suka menganjurkan seorang lelaki yang berhasil untuk menikahi 10 orang wanita, daripada pernikahan seorang wanita dengan seorang lelaki yang gagal… Ini bukan hanya pendapat saya, tapi juga seluruh wanita Jerman.”

Sayyid Qutb yang dikenal dengan gelar Syahidul Islam berkata dalam kitabnya, “As Salaamul Äalamy fil Islam”; “Perbincangan panjang terjadi seputar Poligami, apakah ia merupakan inti dari penyakit membahayakan di kalangan masyarakat? Saya melihat bahwa setiap persoalan yang terjadi di masyarakat selalu diperlukan syariat, kecuali poligami… Masalah poligami adalah masalah matematis, tidak perlu teori apalagi syariat.
Dalam masyarakat selalu ada lelaki dan wanita. Tinggal dilihat, bila jumlah lelaki dan wanita seimbang, tentu poligami bukan langkah yang diperlukan. Namun jika jumlah lelaki lebih sedikit dari wanita (seperti setelah PD II), di sini terdapat kemungkinan dilakukannya poligami.
Kita lihat di Jerman saat ini, satu lelaki berbanding tiga wanita. Bagaimana syariat menyelesaikan persoalan ini?

Dalam hal ini setidaknya ada 3 masalah;

1.    Seorang lelaki menikahi satu perempuan, sementara dua wanita tidak mengenal lelaki, tidak punya rumah, anak, dan keluarga.
2.    Seorang lelaki menikahi satu wanita dan melakukan pergaulan bebas. Dua atau satu wanita boleh jadi mengenal lelaki, tapi tidak memiliki anak dan rumah. Kalaupun memiliki anak, itu dihasilkan dari hubungan yang salah.
3.    Seorang lelaki berpoligami, harkat wanita terangkat, memiliki rumah dan keluarga yang aman serta tenteram, dan harkatnya di kalangan masyarakat terhormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar