Rabu, 25 September 2013

Kuburan

Ketika kuburan ust Jefry al Bukhori dibangun --baca:ditinggikan-- tak ayal mengundang perdebatan di berbagai kalangan. Mereka mempertanyakan hukumnya dalam Islam.
Untuk kalangan agamawan, barangkali sudah sangat dimaklumi. Ada yang memperbolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan. Sekalipun ketika dipertanyakan, intonasi jawabannya sangat emosional dengan menunjuk pada kuburan ulama ini dan itu yang menggunakan cungkup atau bahkan di atasnya didirikan bangunan.
Kalangan orang awam justeru dirundung keresahan untuk menentukan jawaban yang tepat. Mereka tidak menginginkan apapun selain ingin diedukasi dan dicerdaskan oleh orang-orang yang mereka anggap Ahli Agama.
Ketika seorang anak bertanya; "Mengapa kuburan Abi ditinggikan, padahal Abi sangat ingin kuburannya biasa-biasa saja?."
Pertanyaan ini seharusnya menjadi starting point untuk memberikan pemaparan yang mencerdaskan, bukan sebaliknya.
Kuburan merupakan tempat untuk membusukkan bangkai. Karena sifatnya yang penuh bakteri dan penyakit, maka bangkai harus dikubur atau dibakar. Lalu darimana kita tahu bahwa bangkai --baca: jenazah-- harus dikuburkan?.
Allah mengajar Qabil yang sedang bingung memikirkan cara mengurus saudaranya, Habil. Lalu Allah mengutus dua ekor gagak yang berduel di udara dan salah satunya tewas. Di depan Habil gagak yang masih hidup menggali tanah dengan cakarnya kemudian memendam bangkai saudaranya. (QS al Maidah 5: 31).
Di awal Islam, Rasulullah saw pernah melarang kaum muslimin untuk berziarah kubur. Karena kebanyak kaum muslimin masih terpengaruh oleh kebiasaan Jahiliyah yang sangat memuja dan memuliakan kuburan nenek moyangnya. Mereka mengapur --baca:mengecat-- kuburnya, duduk bercengkerama sambil mengagungkannya, bahkan mereka mendirikan sebuah bangunan di atasnya. 
Namun setelah Islam berkembang, beliau memerintahkan untuk ziarah kubur; "Dulu saya pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang ziarahlah." (Hadits)
Lebih jauh Rasulullah melarang mengapur kuburan, duduk-duduk di atasnya, dan mendirikan bangunan di atasnya. (Kitab Shahih Muslim  Kitab: al Jana-iz Bab: Larangan Mengapur Kuburan, Duduk-duduk, dan Mendirikan Bangunan di atasnya, No. 1610)
Allah SWT juga mengisahkan tentang Ashabul Kahfi yang ditidurkan dengan cara menakjubkan dalam kurun waktu 309 tahun. Untuk mengenang mereka, penguasa setempat memerintahkan untuk membangun sebuah masjid di atasnya sekaligus sebagai monumen. Rasulullah saw bersabda: "Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi dan orang shalih mereka sebagai masjid." (Hadits)
Dari sini kita bisa menarik sebuah garis tegas bahwa kuburan tidak sepatutnya dimuliakan dengan mendirikan sebuah bangunan di atasnya. Ia hanya berfungsi sebagai alat untuk membusukkan dan peringatan, bahwa seperti apapun pola hidup kita semuanya akan berakhir di sini.
Kuburan tidak boleh dimuliakan atau dikondisikan menjadi mulia hanya karena popularitas yang bersangkutan, nebeng popularitas atau alasan apapun. Yang patut menilai amal manusia hanya Allah. 
Karena banyak 'orang biasa' yang meninggal dunia dengan 'predikat ulama' lantaran 'pengamalan ibadahnya yang luar biasa'. Dan tidak jarang orang 'berpredikat ulama' meninggal dunia dengan 'predikat orang biasa' lantaran 'pengamalan ibadahnya yang biasa-biasa saja'.
Apa sebab.....?
Karena banyak di antara kita lebih bangga terkenal dan dikenang di kalangan penduduk bumi. Dan jarang di antara kita yang bangga bila namanya terkenal dan dikenang di kalangan penduduk langit.
Wallahu a'lam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar