S.H.A.L.A.T
Shalat
adalah salah satu pilar agama nomer dua setelah membaca dua kalimat syahadat.
Melaksanakannya di awal waktu adalah amalan terbaik, meninggalkannya adalah
kekufuran. Adapun dalil-dali yang menunjukkan kewajibannya;
“Sesungguhnya shalat adalah kewajiban
yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman.” (QS. An Nisa’ [4] : 103)
“Peliharalah semua shalat dan shalat
wustha.” (QS. Al
Baqarah [2] : 238)
Rasulullah
saw bersabda;
إِنَّ
مَا بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِتَرْكُ الصَّلاَةِ (مسلم)
“Sesungguhnya tanda-tanda yang ada di
antara seorang hamba dengan kesyirikan dan kekufuran adalah pebuatan
meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim)
إِنَّ
الْعَهْدَ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ
كَفَرَ (النسائى)
“Sesungguhnya ikatan perjanjian yang ada
antara kita dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Karena itu,
barangsiapa meninggalkan shalat, berarti ia telah kufur.” (HR. Nasa-i)
Shalat
merupakah ibadah mahdhah pertama yang diwajibkan Allah atas manusia. Seruan ini
dikumandangkan Allah kepada seluruh Nabi dan RasulNya;
“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak
cucuku sebagai orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb, kabulkanlah
doa-doa kami.” (QS.
Ibrahim [14] : 40)
“Sesungguhnya ia adalah orang yang
benar dalam memegang janji, dan ia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia
menyuruh keluarganya (umatnya) mengerjakan shalat dan menunaikan zakat, dan ia
adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” (QS. Maryam [19] : 54-55)
“Wahai Maryam, taatlah kepada Rabbmu,
sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran [3] : 43)
“Dia (Allah) memerintahkan aku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam [19] : 31)
Adapun
ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang meninggalkan shalat;
“Maka datanglah sesudah mereka
pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan menuruti hawa nafsu, maka mereka kelak
akan menemui kesesatan. “ (QS. Maryam [19] : 59)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al Ma’un [107] : 4-5)
1. Pengertian
Shalat
Secara etimologi shalat berarti doa. Sebagaimana disinyalir Allah SWT;
“Berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doa kalian itu menjadi
ketenteraman bagi jiwa mereka.” (QS. At Taubah [9] : 103)
Rasulullah saw bersabda;
إِذَا
دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ وَ إِنْ كَانَ
صَائِمًا فَلْيُصَلِّ (مسلم)
“Apabila salah
seorang di antara kalian diundang, hendaklah ia memenuhinya. Jika sedang tidak
berpuasa, maka hendaklah ia makan (makanan yang disuguhkan) dan apabila
berpuasa, maka hendaklah ia mendoakan.” (HR. Muslim)
Adapun menurut syariat, shalat adalah amalan yang dibuka dengan takbir
dan ditutup dengan salam.
Shalat hukumnya wajib berdasarkan dalil al Qur’an, hadits, maupun Ijma’
ulama;
“Dan mereka tidak diperintahkan
kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam
menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98] : 5}
Ibn Umar ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;
بُنِيَ
الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ
صَوْمِ رَمَضَانَ وَ حَجِّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً (متفق
عليه)
“Islam itu dibangun
atas lima perkara. Yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad
adalah utusanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, melaksanakan ibadah haji ke
Baitullah bagi yang mampu.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Para ulama berijma’ bahwa shalat lima waktu merupakan amalan wajib sehari
semalam.
2. Hikmah Shalat
Shalat lima waktu akan membentuk pelakunya menjadi pribadi yang adil,
berperilaku bersih, tercegah dari segala perbuatan keji dan mungkar serta
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti yang disinyalir al Qur’an;
“Dirikanlah shalat, sesungguhnya
shalat itu akan mencegah pelakunya dari perbuaran keji dan mungkar.” (QS. AL Ankabut [29] : 45)
3. Hukum Bagi
Wanita Muslimah yang Meninggalkan Shalat
Menurut Ijma’ Ulama, wanita muslimah yang meninggalkan shalat karena
ingkar, maka ia telah kafir dan keluar dari Islam. Sedang bila ia meninggalkan
shalat karena lalai, malas, atau karena suatu kesibukan yang tidak dibenarkan
syariat, banyak hadits yang mengkafirkannya dan mewajibkan membunuhnya.
Rasulullah saw bersabda dalam hadits melalui riwayat Abdullah ibn Amr ibn
‘Ash;
مَنْ
حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نٌوْرًا وَ بُرْهَانًا وَ نَجَاةً يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَأ لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَ لاَ
نَجَاةً وَ لاَ بُرْهَانًا وَ كَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَ
فِرْعَوْنَ وَ هَامَانَ وَ أُبَيْ بنِ خَلَفٍ
(أحمد و الطبرانى و ابن حبان)
“Barangsiapa
memeliharanya, maka shalatnya itu merupakan cahaya baginya, sebagai bukti dan
keselamatan pada hari Kiamat. Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka ia
tidak akan mendapat cahaya, burhan serta keselamatan pada hari Kiamat kelak,
dan ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, dan Hamman, serta Ubay ibn
Khalaf.” (HR. Ahmad,
Thabrani, Ibn Hibban dengan isnad Jayyid)
Juga hadits dari Ibn Umar ra;
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَن ْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ
أَنَّ مُحَمَّجًدًا رَسُوْ لُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْا
الزَّكَأةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّى دِمَائَهُمْ وَ
أَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الْإِسْلاَمِ وَ حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ عَزَّ وً
جَل (متفق عليه)
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Muhamad saw adalah utusanNya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.
Apabila mereka mengerjakannya, maka darah dan harta kekayaan mereka mendapat
perlindungan dariku, kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka di tangan
Allah.” (Muttafaq
‘alaihi)
Secara zhahir, hadits di atas menegaskan bahwa wanita muslimah yang
meninggalkan shalat dihukumi sebagai orang kafir dan darahnya halal ditumpahkan.
Namun mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama;
-
Imam Maliki dan Imam Syafii; “Wanita muslimah yang
meninggalkan shalat tidak dihukumi kafir, tapi dikategorikan sebagai orang
fasik dan masih bisa bertaubat. Namun bila tidak bertaubat, boleh dibunuh
sebagai hukuman (had) untuknya.”
-
Imam Abu Hanifah; “Tidak perlu dibunuh, tapi harus
dicambuk dan dipenjara sampai ia mau melaksanakan shalat.”
Mereka menghukumi kafir lantaran memahami hadits dan nash al
Qur’an secara umum. Seperti firman Allah SWT, QS. An Nisa’ [4] : 116;
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa saja
yang dikehendaki.”
Juga sabda Rasulullah saw;
لِكُلِّ
نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَ إِنِّىْ
إِخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لِأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ
نَأئِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا (أحمد و
مسلم)
“Masing-masing Nabi
memiliki doa mustajab, dan masing-masing Nabi menyegerakan doanya. Sedangkan
aku menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku nanti pada hari Kiamat. In syaa
Allah akan diterima oleh orang yang mati selama ia tidak mempersekutukan Allah
dengan apapun.” (HR.
Ahmad dan Muslim)
Juga riwayat dari Abu Hurairah ra;
أَسْعَدُ
النَّاسِ بِشَفَاعَتِى مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
(البخارى)
“Orang yang paling
berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengatakan; “Laa ilaaha illaLlah,
tulus dari kedalaman hatinya.” (HR. Bukhari)
4. Fardhu Shalat
Diriwayatkan dari Ubbadah ibn Shamit ra, aku pernah mendengar Rasulullah
saw bersabda;
خَمْسَ
صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْيَوْمِ وَ الَّيْلَةِ فَمَنْ
حَافَظَ عَلَيْهِنَّ كَانَ لَهُ عَهْدٌ عِنْدَ اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ
وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ لَمْ يَكُنْ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ إِنْ
شَاءَ عَذَّبَهُ وَ إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ (البخارى و مسلم)
“Shalat lima waktu
telah ditetapkan Allah bagi para hambaNya sehari semalam. Barangsiapa yang
memeliharanya, maka di sisi Allah ia mendapat janji unutk dimasukkan surga. Dan
barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka di sisi Allah ia tidak mendapat
janji tersebut. Jika Allah berkehendak, mengazabnya, dan jika Ia berkehendak,
mengampuninya.” (HR.
Bukhari – Muslim)
5. Kapan Shalat
Diwajibkan
Shalat diwajibkan pada hari diperjalankannya Rasulullah saw dalam
peristiwa Isra’ Mi’raj. Anas ibn Malik ra bercerita;
“Shalat itu awalnya diwajibkan kepada
Nabi pada malam diperjalankannya beliau sebanyak 50 kali. Kemudian dikurangi
hingga menjadi 5 waktu. Setelah itu beliau diseru; “Wahai Muhamad, sesungguhnya
tidak ada firman yang dapat diganti di hadapanKu, dan dengan shalat 5 waktu ini
kamu akan mendapat pahala sebanyak 50 kali lipat.” (HR. Ahmad, Nasai, dan Turmidzi yang
menshahihkannya)
6. Tidak Boleh
Mengakhirkan Shalat
Pelaksanaan shalat itu tidak boleh diakhirkan waktunya, sesuai dengan
sabda Rasulullah saw dari Qatadah;
أَمَّا
لَيْسَ فِى النَّوْمِ تَفْرِيْظٌ إِنَّما التَّفْرِيْطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ
الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِيْئَ وَ قْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ
فَلْيُصَلِّهَا حَتَّى يَنْتَبِهَ لَهَا (مسلم)
“Sesungguhnya tidak
ada kelalaian dalam tidur. Kelalaian itu hanyalah bagi yang belum mengerjakan
shalat hingga datang waktu shalat berikutnya. Barangsiapa terlanjur melakukan
hal itu, maka hendaklah ia mengerjakan shalat tersebut hingga ia memberi
perhatian khusus padanya.” (HR. Muslim)
7. Kepada Siapa
Shalat Diwajibkan
Shalat diwajibkan kepada setiap muslim dan muslimah yang berakal sehat
dan sudah baligh. Sesuai dengan hadits dari Aisyah ra;
رُفِعَ
الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَ عَنِ الصَّبِيِّ
حَتَّى يَحْتَلِمَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ (أحمد و أصحاب السنن و
الحاكم)
“Telah diangkat
pena dari tiga golongan; Orang yang tidur hingga dia terbangun, anak-anak
hingga dia bermimpi (baligh) dan orang hilang ingatan hingga sadar.” (HR Ahmad, Ashabus Sunan, Hakim)
Hadits ini Shahih dengan syarat Imam Bukhari, Imam Muslim dan diShahihkan
oleh Imam Turmidzi. Untuk orang gila ketika sudah sadar, tidak ada kewajiban
untuk mengqadha’ shalatnya.
Shalat Bagi Anak-anak
Ummahat muslimah memiliki kewajiban memerintahkan anak-anaknya shalat
saat sudah berusia tujuh tahun, dan memukulnya (sebagai bentuk pendidikan) saat
mereka tidak shalat sementara usianya sudah sepuluh tahun. Sesuai dengan
riwayat Imam Ahmad dari Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa
Rasulullah saw bersabda;
مَرُوْا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا
إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ (أحمد)
"Suruhlah anak-anak kalian untuk
shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah bila mereka tidak mau
melaksanakannya saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka di
tempat tidur.” (HR.
Ahmad)
8. Syarat-syarat
Shalat
Di antara syarat sahnya shalat sebagai berikut;
a. Suci badan,
tempat, dan pakaian
b. Shalat pada
waktunya
c. Menutup aurat,
untuk wanita muslimah dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali muka dan
telapak tangan
d. Menghadap
kiblat. Bila tidak tahu arah, bisa bertanya kepada yang lebih tahu. Bila tidak,
boleh berijtihad sendiri sesuai keyakinan. Dalam kondisi ini, ke arah manapun
menghadap, shalat tetap sah.
Orang yang meninggalkan
wudhu’, mandi jinabat, menghadap kiblat, dan menutup aurat, hukumnya sama
dengan meninggalkan shalat.
Begitu pula orang yang
tidak berdiri, ruku’, dan sujud saat melaksanakan shalat, padahal dia mampu
melakukannya. Dalam hal ini dia harus mengulang shalatnya.
Menurut Imam Abu Hanifah
dan Imam Ahmad; Bila sebagian rambut dan anggota badannya terbuka saat shalat,
dia tidak harus mengulang shalatnya.
Bahkan menurut Imam Abu
Hanifah; Bila punggung kaki seorang muslimah terbuka saat shalat, shalatnya
tetap sah.
Jumhur Ulama; Bila
sebagian besar auratnya terbuka, ia harus mengulang shalatnya.
Mengenai masalah kiblat,
Rasulullah saw bersabda;
“Di antara Timur dan
Barat terdapat kiblat.” (HR Turmidzi, menurutnya hadits ini predikatnya Hasan Shahih)
Dengan demikian, shalat
menghadap ke arah Barat, mencong sedikit ke Utara atau ke Selatan sudah masuk
arah kiblat.
9. Wanita yang
Meninggalkan Shalat Harus Dibunuh
Imam Syafi’i dan Imam Ahmad : Wanita yang meninggalkan shalat, harus
bertaubat. Bila tidak, ia harus dibunuh
Abu Bakar at Tharthusy : Menurut Imam Malik; Wanita yang meninggalkan
shalat harus diingatkan dengan keras, selama waktunya masih ada. Jika ia
mengerjakan, ia akan diampuni. Jika menolak, sementara waktunya sudah berlalu,
maka ia harus dibunuh.
Menurut Penulis Buku ini : Wanita itu tidak harus dibunuh, walau ia tetap
menolak melaksanakannya. Sebagaimana Rasulullah saw pernah memerintahkan untuk
shalat sunnah di belakang pemimpin yang selalu mengakhirkan shalat. Beliau
tidak memerintahkan untuk membunuhnya.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah shalat yang
ditinggalkan yang mengharuskan seseorang dibunuh;
Sufyan ats Tsauri, Imam Malik, dan Imam Ahmad, Imam Syafi’i berkata; “Meninggalkan
satu kali shalat saja sudah cukup menjadi alasan untuk dibunuh.”
Pendapat mereka dilandaskan pada riwayat Mu’adz ibn Jabal bahwa
Rasulullah saw bersabda;
مَنْ
تَرَكَ الصَّلاَةَ الْمَكَتُوْبَةَ مَتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ
اللهِ (أحمد)
“Barangsiapa
meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja, maka dia telah terlepas dari
perlindungan Allah SWT.” (HR. Ahmad)
Hadits dari Abu Darda’, ia berkata;
أَوْصَانِى
أَبُو الْقَاسِمْ أَنْ لاَ أَتْرُكَ الصَّلاَةَ مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا
مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللهِ (أبو عبد الحمن ابن أبى
الحاتم)
“Abul Qasim
(Rasulullah saw) telah berwasiat kepadaku untuk tidak meninggalkan shalat
secara sengaja. Barangsiapa meninggalkannya secara sengaja, maka ia telah
terlepas dari perlindungan Allah SWT.” (HR. Abdurrahman ibn Abi Hatim)
Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda;
أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حًتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ
أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْا
الزَّكَاةَ ثُمَّ قَدْ حُرِّمَتْ عَلَيَّ دِمَاءَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ وَ
حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ (أحمد و حزيمة)
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia hingga mereka bersyahadat tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhamad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat. Diharamkan
dariku darah dan harta mereka, dan perhitungan mereka ada di sisi Allah SWT.” (HR. Ahmad dan Huzaimah)
Begitu pula dengan hadits dari Ibn Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda;
لاَ
يُحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنِّى
رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِى وَ النَّفْسُ
بِالنَّفْسِ وَ التَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ (متفق عليه)
“Tidak halal darah
seorang musllim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku
adalah utusan Allah, kecuali satu di antara tiga; 1. Wanita yang berzina, 2.
Membunuh jiwa yang harus dibayar dengan jiwa, 3. Orang yang meninggalkan
agamanya atau memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Juga hadits dari Anas ibn Malik ra, ia berkata;
لَمَّا
تُوْفِيَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم إِرْتَدَّتِ الْعَرَبُ، قَالَ عُمَرُ يَا أَبَا
بَكْرٍ كَيْفُ تُقَاتِلُ الْعَرَبُ؟ فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ إِنَّمَا قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنِّى رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ
يُؤْتُوْا الزَّكَاةَ (النسائى)
“Ketika Rasulullah
saw meninggal, bangsa Arab banyak yang murtad. Umar bertanya kepada Abu Bakar;
“Wahi Abu Bakar, bagaimana engkau hendak memerangi bangsa Arab?.” Abu Bakar
menjawab; “Rasulullah saw pernah bersabda; “Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka mengucapkan: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah
utusanNya, mendirikan shalat, dan membayar zakat.” (HR. Nasa-i)
Abu Ishaq mengatakan; “Wanita yang meninggalkan shalat dibunuh karena
kekufurannya. Ia seperti wanita murtad yang ketika meninggal dunia tidak perlu
dimandikan, dishalatkan, dan dikubur di tengah-tengah kaum muslimin.”
Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw; “Terputusnya
hubungan seorang hamba dengan Rabbnya adaah perbuatan meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim)
Rasulullah saw bersabda dalam riwayat Hakim;
أَوَّلُ
مَا تَفْقِدُوْنَ مِنْ دِيْنِكُمْ الْخُشُوْعَ وَ آخِرُ مَا تَفْقِدُوْنَ لِمَنْ
تَرَكَ الصَّلاَةَ (الحاكم)
“Hal pertama yang
hilang dari agamamu adalah kekhusyu’an dan yang terakhir hilang darimu adalah
orang yang meninggalkan shalat.” (HR. Hakim)
Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafii tidak menghukumi orang yang
meninggalkan shalat (laki-laki atau wanita) sebagai kafir, meskipun dia harus
dibunuh lantaran sengaja meninggalkan shalat. Pendapat mereka didasarkan pada
sabda Nabi saw;
إِنَّ
اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِى
بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ (متفق عليه)
“Sesungguhnya Allah mengharamkan
neraka bagi orang yang mengucapkan; “Laa ilaaha illaLlah,” dengan mengharap
ridha Allah SWT.”
(HR. Muttafaq ‘alaihi)
Juga hadits dari Ubbadah ibn Shamit; “Aku pernah mendengar Rasulullah saw
bersabda;
مَنْ
شَهِدَ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
وَ أَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَ كَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَ رُوْحٌ
مِنْهُ وَ أَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَ النَّارَ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ
عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ (متفق عليه)
“Barangsiapa
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah hambaNya dan
utusanNya, dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan kalimatNya yang disampaikannya
kepada Maryam dan tiupan ruh dariNya, dan bahwa surga adalah haq dan neraka
adalah haq, maka Allah akan memasukkannya ke surga berapapun amal yang telah
diperbuatnya.” (HR.
Muttafaq ‘alaihi)
Dari Anas ibn Malik bahwa Rasulullah saw bersabda;
يَخْرُجُ
مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ فِى قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ
مَا يَزِنُ بُرَّةً
“Akan keluar dari
neraka orang yang mengucapkan; “Laa Ilaaha illaLlah, sedang dalam hatinya terdapat kebaikan sebesar biji gandum.” (Muttafaq ‘alaihi)
Hadits-hadits yang mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat, hanya
sebatas diserupakan dengan orang-orang kafir, bukan kafir sesungguhnya.
Rasulullah saw bersada; “Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya
adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih)
مَنْ
قَالَ لِأَخِيْهِ يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا (مالك و أحمد)
“Baransiapa
mengatakan kepada saudaranya; “Hai Kafir!,” maka sebutan itu akan kembali
kepada salah seorang dari keduanya.” (HR. Malik dan Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar