Sabtu, 13 Februari 2021

SHALAT

S.H.A.L.A.T

 

Shalat adalah salah satu pilar agama nomer dua setelah membaca dua kalimat syahadat. Melaksanakannya di awal waktu adalah amalan terbaik, meninggalkannya adalah kekufuran. Adapun dalil-dali yang menunjukkan kewajibannya; 

“Sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman.” (QS. An Nisa’ [4] : 103)

“Peliharalah semua shalat dan shalat wustha.” (QS. Al Baqarah [2] : 238)

Rasulullah saw bersabda;

إِنَّ مَا بَيْنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِتَرْكُ الصَّلاَةِ (مسلم)

“Sesungguhnya tanda-tanda yang ada di antara seorang hamba dengan kesyirikan dan kekufuran adalah pebuatan meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)

إِنَّ الْعَهْدَ الَّذِى بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ (النسائى)

“Sesungguhnya ikatan perjanjian yang ada antara kita dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Karena itu, barangsiapa meninggalkan shalat, berarti ia telah kufur.” (HR. Nasa-i)

Shalat merupakah ibadah mahdhah pertama yang diwajibkan Allah atas manusia. Seruan ini dikumandangkan Allah kepada seluruh Nabi dan RasulNya;

“Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku sebagai orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Rabb, kabulkanlah doa-doa kami.” (QS. Ibrahim [14] : 40)

“Sesungguhnya ia adalah orang yang benar dalam memegang janji, dan ia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh keluarganya (umatnya) mengerjakan shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” (QS. Maryam [19] : 54-55)

“Wahai Maryam, taatlah kepada Rabbmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran [3] : 43)

“Dia (Allah) memerintahkan aku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam [19] : 31)

Adapun ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang meninggalkan shalat;

“Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan menuruti hawa nafsu, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. “ (QS. Maryam [19] : 59)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al Ma’un [107] : 4-5)

1.     Pengertian Shalat

Secara etimologi shalat berarti doa. Sebagaimana disinyalir Allah SWT; “Berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doa kalian itu menjadi ketenteraman bagi jiwa mereka.” (QS. At Taubah [9] : 103)

Rasulullah saw bersabda;

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ وَ إِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ (مسلم)

“Apabila salah seorang di antara kalian diundang, hendaklah ia memenuhinya. Jika sedang tidak berpuasa, maka hendaklah ia makan (makanan yang disuguhkan) dan apabila berpuasa, maka hendaklah ia mendoakan.” (HR. Muslim)

Adapun menurut syariat, shalat adalah amalan yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam.

Shalat hukumnya wajib berdasarkan dalil al Qur’an, hadits, maupun Ijma’ ulama;

“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98] : 5}

Ibn Umar ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda;

بُنِيَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ وَ حَجِّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً (متفق عليه)

“Islam itu dibangun atas lima perkara. Yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di  bulan Ramadhan, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah bagi yang mampu.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Para ulama berijma’ bahwa shalat lima waktu merupakan amalan wajib sehari semalam.

2.     Hikmah Shalat

Shalat lima waktu akan membentuk pelakunya menjadi pribadi yang adil, berperilaku bersih, tercegah dari segala perbuatan keji dan mungkar serta selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seperti yang disinyalir al Qur’an;

“Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu akan mencegah pelakunya dari perbuaran keji dan mungkar.” (QS. AL Ankabut [29] : 45)

3.     Hukum Bagi Wanita Muslimah yang Meninggalkan Shalat

Menurut Ijma’ Ulama, wanita muslimah yang meninggalkan shalat karena ingkar, maka ia telah kafir dan keluar dari Islam. Sedang bila ia meninggalkan shalat karena lalai, malas, atau karena suatu kesibukan yang tidak dibenarkan syariat, banyak hadits yang mengkafirkannya dan mewajibkan membunuhnya.

Rasulullah saw bersabda dalam hadits melalui riwayat Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash;

مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نٌوْرًا وَ بُرْهَانًا وَ نَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَأ لَمْ تَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَ لاَ نَجَاةً وَ لاَ بُرْهَانًا وَ كَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَ فِرْعَوْنَ وَ هَامَانَ وَ أُبَيْ بنِ خَلَفٍ  (أحمد و الطبرانى و ابن حبان)

“Barangsiapa memeliharanya, maka shalatnya itu merupakan cahaya baginya, sebagai bukti dan keselamatan pada hari Kiamat. Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka ia tidak akan mendapat cahaya, burhan serta keselamatan pada hari Kiamat kelak, dan ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, dan Hamman, serta Ubay ibn Khalaf.” (HR. Ahmad, Thabrani, Ibn Hibban dengan isnad Jayyid)

Juga hadits dari Ibn Umar ra;

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَن ْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّجًدًا رَسُوْ لُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْا الزَّكَأةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّى دِمَائَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الْإِسْلاَمِ وَ حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ عَزَّ وً جَل (متفق عليه)

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad saw adalah utusanNya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka mengerjakannya, maka darah dan harta kekayaan mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka di tangan Allah.” (Muttafaq ‘alaihi)

Secara zhahir, hadits di atas menegaskan bahwa wanita muslimah yang meninggalkan shalat dihukumi sebagai orang kafir dan darahnya halal ditumpahkan. Namun mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama;

-        Imam Maliki dan Imam Syafii; “Wanita muslimah yang meninggalkan shalat tidak dihukumi kafir, tapi dikategorikan sebagai orang fasik dan masih bisa bertaubat. Namun bila tidak bertaubat, boleh dibunuh sebagai hukuman (had) untuknya.”

-        Imam Abu Hanifah; “Tidak perlu dibunuh, tapi harus dicambuk dan dipenjara sampai ia mau melaksanakan shalat.”

Mereka menghukumi kafir lantaran memahami hadits dan nash al Qur’an secara umum. Seperti firman Allah SWT, QS. An Nisa’ [4] : 116;

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa saja yang dikehendaki.”

Juga sabda Rasulullah saw;

لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَ إِنِّىْ إِخْتَبَأْتُ دَعْوَتِى شَفَاعَةً لِأُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَأئِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا (أحمد و مسلم)

“Masing-masing Nabi memiliki doa mustajab, dan masing-masing Nabi menyegerakan doanya. Sedangkan aku menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku nanti pada hari Kiamat. In syaa Allah akan diterima oleh orang yang mati selama ia tidak mempersekutukan Allah dengan apapun.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Juga riwayat dari Abu Hurairah ra;

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ (البخارى)

“Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengatakan; “Laa ilaaha illaLlah, tulus dari kedalaman hatinya.” (HR. Bukhari)

4.     Fardhu Shalat

Diriwayatkan dari Ubbadah ibn Shamit ra, aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda;

خَمْسَ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى عِبَادِهِ فِى الْيَوْمِ وَ الَّيْلَةِ فَمَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ كَانَ لَهُ عَهْدٌ عِنْدَ اللهِ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ وَ مَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ لَمْ يَكُنْ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَ إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ (البخارى و مسلم)

“Shalat lima waktu telah ditetapkan Allah bagi para hambaNya sehari semalam. Barangsiapa yang memeliharanya, maka di sisi Allah ia mendapat janji unutk dimasukkan surga. Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka di sisi Allah ia tidak mendapat janji tersebut. Jika Allah berkehendak, mengazabnya, dan jika Ia berkehendak, mengampuninya.” (HR. Bukhari – Muslim)

5.     Kapan Shalat Diwajibkan

Shalat diwajibkan pada hari diperjalankannya Rasulullah saw dalam peristiwa Isra’ Mi’raj. Anas ibn Malik ra bercerita;

“Shalat itu awalnya diwajibkan kepada Nabi pada malam diperjalankannya beliau sebanyak 50 kali. Kemudian dikurangi hingga menjadi 5 waktu. Setelah itu beliau diseru; “Wahai Muhamad, sesungguhnya tidak ada firman yang dapat diganti di hadapanKu, dan dengan shalat 5 waktu ini kamu akan mendapat pahala sebanyak 50 kali lipat.” (HR. Ahmad, Nasai, dan Turmidzi yang menshahihkannya)

6.     Tidak Boleh Mengakhirkan Shalat

Pelaksanaan shalat itu tidak boleh diakhirkan waktunya, sesuai dengan sabda Rasulullah saw dari Qatadah;

أَمَّا لَيْسَ فِى النَّوْمِ تَفْرِيْظٌ إِنَّما التَّفْرِيْطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِيْئَ وَ قْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حَتَّى يَنْتَبِهَ لَهَا (مسلم)

“Sesungguhnya tidak ada kelalaian dalam tidur. Kelalaian itu hanyalah bagi yang belum mengerjakan shalat hingga datang waktu shalat berikutnya. Barangsiapa terlanjur melakukan hal itu, maka hendaklah ia mengerjakan shalat tersebut hingga ia memberi perhatian khusus padanya.” (HR. Muslim)

7.     Kepada Siapa Shalat Diwajibkan

Shalat diwajibkan kepada setiap muslim dan muslimah yang berakal sehat dan sudah baligh. Sesuai dengan hadits dari Aisyah ra;

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَ عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ (أحمد و أصحاب السنن و الحاكم)

“Telah diangkat pena dari tiga golongan; Orang yang tidur hingga dia terbangun, anak-anak hingga dia bermimpi (baligh) dan orang hilang ingatan hingga sadar.” (HR Ahmad, Ashabus Sunan, Hakim)

Hadits ini Shahih dengan syarat Imam Bukhari, Imam Muslim dan diShahihkan oleh Imam Turmidzi. Untuk orang gila ketika sudah sadar, tidak ada kewajiban untuk mengqadha’ shalatnya.

Shalat Bagi Anak-anak

Ummahat muslimah memiliki kewajiban memerintahkan anak-anaknya shalat saat sudah berusia tujuh tahun, dan memukulnya (sebagai bentuk pendidikan) saat mereka tidak shalat sementara usianya sudah sepuluh tahun. Sesuai dengan riwayat Imam Ahmad dari Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda;

مَرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ إِذَا بَلَغُوْا سَبْعًا وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا إِذَا بَلَغُوْا عَشْرًا وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ (أحمد)

"Suruhlah anak-anak kalian untuk shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah bila mereka tidak mau melaksanakannya saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka di tempat tidur.” (HR. Ahmad)

8.     Syarat-syarat Shalat

Di antara syarat sahnya shalat sebagai berikut;

a.     Suci badan, tempat, dan pakaian

b.     Shalat pada waktunya

c.      Menutup aurat, untuk wanita muslimah dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali muka dan telapak tangan

d.     Menghadap kiblat. Bila tidak tahu arah, bisa bertanya kepada yang lebih tahu. Bila tidak, boleh berijtihad sendiri sesuai keyakinan. Dalam kondisi ini, ke arah manapun menghadap, shalat tetap sah.

Orang yang meninggalkan wudhu’, mandi jinabat, menghadap kiblat, dan menutup aurat, hukumnya sama dengan meninggalkan shalat.

Begitu pula orang yang tidak berdiri, ruku’, dan sujud saat melaksanakan shalat, padahal dia mampu melakukannya. Dalam hal ini dia harus mengulang shalatnya.

Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad; Bila sebagian rambut dan anggota badannya terbuka saat shalat, dia tidak harus mengulang shalatnya.

Bahkan menurut Imam Abu Hanifah; Bila punggung kaki seorang muslimah terbuka saat shalat, shalatnya tetap sah.

Jumhur Ulama; Bila sebagian besar auratnya terbuka, ia harus mengulang shalatnya.

Mengenai masalah kiblat, Rasulullah saw bersabda;

“Di antara Timur dan Barat terdapat kiblat.” (HR Turmidzi, menurutnya hadits ini predikatnya Hasan Shahih)

Dengan demikian, shalat menghadap ke arah Barat, mencong sedikit ke Utara atau ke Selatan sudah masuk arah kiblat.

9.     Wanita yang Meninggalkan Shalat Harus Dibunuh

Imam Syafi’i dan Imam Ahmad : Wanita yang meninggalkan shalat, harus bertaubat. Bila tidak, ia harus dibunuh

Abu Bakar at Tharthusy : Menurut Imam Malik; Wanita yang meninggalkan shalat harus diingatkan dengan keras, selama waktunya masih ada. Jika ia mengerjakan, ia akan diampuni. Jika menolak, sementara waktunya sudah berlalu, maka ia harus dibunuh.

Menurut Penulis Buku ini : Wanita itu tidak harus dibunuh, walau ia tetap menolak melaksanakannya. Sebagaimana Rasulullah saw pernah memerintahkan untuk shalat sunnah di belakang pemimpin yang selalu mengakhirkan shalat. Beliau tidak memerintahkan untuk membunuhnya.

Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah shalat yang ditinggalkan yang mengharuskan seseorang dibunuh;

Sufyan ats Tsauri, Imam Malik, dan Imam Ahmad, Imam Syafi’i berkata; “Meninggalkan satu kali shalat saja sudah cukup menjadi alasan untuk dibunuh.”

Pendapat mereka dilandaskan pada riwayat Mu’adz ibn Jabal bahwa Rasulullah saw bersabda;

مَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ الْمَكَتُوْبَةَ مَتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللهِ (أحمد)

“Barangsiapa meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja, maka dia telah terlepas dari perlindungan Allah SWT.” (HR. Ahmad)

Hadits dari Abu Darda’, ia berkata;

أَوْصَانِى أَبُو الْقَاسِمْ أَنْ لاَ أَتْرُكَ الصَّلاَةَ مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ ذِمَّةُ اللهِ (أبو عبد الحمن ابن أبى الحاتم)

“Abul Qasim (Rasulullah saw) telah berwasiat kepadaku untuk tidak meninggalkan shalat secara sengaja. Barangsiapa meninggalkannya secara sengaja, maka ia telah terlepas dari perlindungan Allah SWT.” (HR. Abdurrahman ibn Abi Hatim)

Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda;

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حًتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْا الزَّكَاةَ ثُمَّ قَدْ حُرِّمَتْ عَلَيَّ دِمَاءَهُمْ وَ أَمْوَالَهُمْ وَ حِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ (أحمد و حزيمة)

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersyahadat tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat. Diharamkan dariku darah dan harta mereka, dan perhitungan mereka ada di sisi Allah SWT.” (HR. Ahmad dan Huzaimah)

Begitu pula dengan hadits dari Ibn Mas’ud, bahwa Rasulullah saw bersabda;

لاَ يُحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنِّى رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِى وَ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَ التَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ (متفق عليه)

“Tidak halal darah seorang musllim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali satu di antara tiga; 1. Wanita yang berzina, 2. Membunuh jiwa yang harus dibayar dengan jiwa, 3. Orang yang meninggalkan agamanya atau memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Juga hadits dari Anas ibn Malik ra, ia berkata;

لَمَّا تُوْفِيَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم إِرْتَدَّتِ الْعَرَبُ، قَالَ عُمَرُ يَا أَبَا بَكْرٍ كَيْفُ تُقَاتِلُ الْعَرَبُ؟ فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ إِنَّمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنِّى رَسُوْلُ اللهِ وَ يُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْا الزَّكَاةَ (النسائى)

“Ketika Rasulullah saw meninggal, bangsa Arab banyak yang murtad. Umar bertanya kepada Abu Bakar; “Wahi Abu Bakar, bagaimana engkau hendak memerangi bangsa Arab?.” Abu Bakar menjawab; “Rasulullah saw pernah bersabda; “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan: “Tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusanNya, mendirikan shalat, dan membayar zakat.” (HR. Nasa-i)

Abu Ishaq mengatakan; “Wanita yang meninggalkan shalat dibunuh karena kekufurannya. Ia seperti wanita murtad yang ketika meninggal dunia tidak perlu dimandikan, dishalatkan, dan dikubur di tengah-tengah kaum  muslimin.”

Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah saw; “Terputusnya hubungan seorang hamba dengan Rabbnya adaah perbuatan meninggalkan shalat.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw bersabda dalam riwayat Hakim;

أَوَّلُ مَا تَفْقِدُوْنَ مِنْ دِيْنِكُمْ الْخُشُوْعَ وَ آخِرُ مَا تَفْقِدُوْنَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ (الحاكم)

“Hal pertama yang hilang dari agamamu adalah kekhusyu’an dan yang terakhir hilang darimu adalah orang yang meninggalkan shalat.” (HR. Hakim)

Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafii tidak menghukumi orang yang meninggalkan shalat (laki-laki atau wanita) sebagai kafir, meskipun dia harus dibunuh lantaran sengaja meninggalkan shalat. Pendapat mereka didasarkan pada sabda Nabi saw;

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِى بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ (متفق عليه)

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan; “Laa ilaaha illaLlah,” dengan mengharap ridha Allah SWT.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Juga hadits dari Ubbadah ibn Shamit; “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda;

مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ أَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَ كَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَ رُوْحٌ مِنْهُ وَ أَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَ النَّارَ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ (متفق عليه)

“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah hambaNya dan utusanNya, dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan kalimatNya yang disampaikannya kepada Maryam dan tiupan ruh dariNya, dan bahwa surga adalah haq dan neraka adalah haq, maka Allah akan memasukkannya ke surga berapapun amal yang telah diperbuatnya.” (HR. Muttafaq ‘alaihi)

Dari Anas ibn Malik bahwa Rasulullah saw bersabda;

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ فِى قَلْبِهِ مِنَ الْخَيْرِ مَا يَزِنُ بُرَّةً

“Akan keluar dari neraka orang yang mengucapkan; “Laa Ilaaha illaLlah, sedang dalam hatinya  terdapat kebaikan sebesar biji gandum.” (Muttafaq ‘alaihi)

Hadits-hadits yang mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat, hanya sebatas diserupakan dengan orang-orang kafir, bukan kafir sesungguhnya. Rasulullah saw bersada; “Mencela seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.” (Muttafaq ‘alaih)

مَنْ قَالَ لِأَخِيْهِ يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا (مالك و أحمد)

“Baransiapa mengatakan kepada saudaranya; “Hai Kafir!,” maka sebutan itu akan kembali kepada salah seorang dari keduanya.” (HR. Malik dan Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar