Selasa, 16 Februari 2021

ORANG-ORANG BERAKAL - 3

1.      3. Orang yang Mencari Ridho Tuhannya, Sebelum Ia Menemuinya

Yang termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang tidak hanya berhenti pada “mendapat” perhatian Allah, dengan cara melaksanakan semua yang menjadi perintah dan menjauhi semua yang menjadi larangan. Namun ia akan melakukan perbuatan yang mungkin tidak termasuk dalam kategori perintah dan larangan untuk “mencuri” perhatianNya.

Jika anda berpikir bahwa shalat dan ibadah-ibdah mahdhoh lainnya bisa untuk mencapai ridhoNya, anda benar tapi belum tepat. Karena ibadah mahdhoh rewardnya sudah diatur oleh Allah dengan sistem. Anda shalat jamaah, ada 27 pahala, shalat sendiri, 1 pahala, anda tidak shalat, 1 dosa. Demikian seterusnya...

Sedikit ilustrasi; Setelah seorang guru memberikan penjelasan panjang lebar mengenai satu pelajaran, ia menulis soal di papan tulis. Muridnya bertanya; “PR pak?.” “Bukan nak... Tapi bapak akan sangat menghargai bila kalian latihan dan mengerjakannya di rumah,” jawab gurunya lembut.

Keesokan harinya setelah bel sekolah berdentang, sang guru masuk dan bertanya; “Siapa di antara kalian yang latihan mengerjakan soal kemarin di rumah?.” Para murid segera protes; “Lhoo... bukannya kata bapak bukan PR? Kami tidak mengerjakannya.” “Betul... tapi siapa di antara kalian yang mengerjakannya,” jawabnya penuh senyum. Salah seorang di antara murid-murid itu mengacung; “Saya mengerjakannya pak.” Sang guru tersenyum dengan wajah berbinar.

Semua murid yang ada di dalam kelas itu mendapat perhatian dari gurunya, tapi cuma satu yang mencuri perhatiannya.

Demikian dengan Allah... Pemelihara kita...

Jika suatu saat kita diundang Presiden ke istana negara untuk suatu acara, apa saja yang akan kita persiapkan untuk ke sana? Mungkin dari jauh hari kita sudah bersiap, dari pakaian, celana, sepatu dan aksesoris lainnya. Kita akan mematut sekian lama di depan cermin, seakan minta pendapatnya; Sudah pantaskah pakaian saya untuk bertemu dengan presiden? Mungkin juga kita akan panggil istri dan anak-anak untuk meminta pendapat tentang pantas tidaknya pakaian yang akan kita kenakan dalam acara bersama presiden. Belum lagi kita juga mematut gerak tubuh, bagaimana cara berjabat tangan sambil sedikit membungkukkan badan, menganggukkan kepala sambil menyungging senyum, cara berdiri, bahkan tutur kata pun kita persiapkan sedemikian rupa.

Jika untuk bertemu dengan seorang manusia kita sudah mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, lalu persiapan apakah gerangan yang telah kita persiapkan untuk bertemu dengan Tuhan kita Allah SWT?

Saya tertarik pada cerita yang melegenda di bagian timur Pulau Madura yang dikisahkan dari mulut ke mulut. Tentang seorang perempuan tua bungkuk yang setiap hari berangkat ke pasar untuk berdagang. Siang harinya dia  kembali ke rumah menempuh jalan berbeda yang melewati sebuah masjid. Dia pasti mampir ke sana. Ia akan meletakkan keranjangnya di emperan masjid, masuk ke tempat wudhu untuk bersuci, lalu shalat dua rakaat. Setelah itu ia akan menyingsingkan lengan bajunya, lambat tapi pasti dia merunduk memunguti setiap helai daun yang jatuh mengotori halaman masjid. Tak berapa lama kemudian, dia duduk bersimbah keringat. Ada rasa puas di wajah keriputnya begitu melihat halaman rumah Allah itu kembali bersih.

Aktifitas ini dilakukannya setiap hari, hingga takmir masjid merasa kasihan dan membayar orang untuk membersihkan halaman masjid.

Hari itu nenek tua itu kembali seperti biasanya. Selesai shalat ia segera turun dengan lengan tersingsing. Namun duduk terpana, karena rumah Allah yang dicintainya itu telah bersih. Ia merasa kebahagiaannya terenggut dari dirinya, matanya berkaca-kaca, dan ia menangis. Merasa bersalah, takmir masjid segera menghampirinya dan menanyakan, apa yang menyebabkannya menangis. Perempuan tua itu menjawab; 

“Saya tidak lagi dapat berbuat baik hari ini.” 

“Mohon maaf nek, kami sengaja menyuruh orang membersihkan halaman masjid karena kasihan melihat nenek yang setiap hari membersihkan halaman masjid ini,” kata pengurus masjid memberikan penjelasan. Si nenek diam dengan pandangan menerawang.

“Kalau boleh tahu nek, apa yang membuat nenek mau membersihkan halaman masjid ini. Dan mengapa memungut daun dengan tangan dan tidak menggunakan sapu?,” tanya pengurus itu.

“Nenek sudah tua. Nenek juga tidak tahu, apakah ibadah nenek selama hidup nenek diterima Allah atau tidak. Nenek hanya ingin, amalan kecil ini bisa menjadi amal baik di hadapan Allah, bila ternyata ibadah nenek tidak memiliki nilai,” jawab nenek lirih. “Kalau pun nenek tidak menggunakan sapu, karena setiap kali nenek memungut sehelai daun, nenek membaca shalawat atas Nabi. Nenek berharap shalat ini akan menjadi syafaat di hadapan Allah,” ucapnya dengan suara bergetar parau.

Kisah ini memberikan gambaran tegas, betapa ibadah wajib yang dilakukan masih belum tentu membuat Allah ridho atas kita. Karena ibadah mahdhah kita hanya ‘mengundang’ perhatian Allah SWT, tapi amalan seperti yang dilakukan si nenek di atas akan ‘mencuri’ perhatianNya.

Pada titik ini, masihkan kita ‘pede’ untuk berkata bahwa kita termasuk golongan orang-orang berakal?

Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar