1. 3. Orang yang Mencari
Ridho Tuhannya, Sebelum Ia Menemuinya
Yang
termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang tidak hanya berhenti pada “mendapat”
perhatian Allah, dengan cara melaksanakan semua yang menjadi perintah dan
menjauhi semua yang menjadi larangan. Namun ia akan melakukan perbuatan yang
mungkin tidak termasuk dalam kategori perintah dan larangan untuk “mencuri”
perhatianNya.
Jika
anda berpikir bahwa shalat dan ibadah-ibdah mahdhoh lainnya bisa untuk mencapai
ridhoNya, anda benar tapi belum tepat. Karena ibadah mahdhoh rewardnya sudah
diatur oleh Allah dengan sistem. Anda shalat jamaah, ada 27 pahala, shalat
sendiri, 1 pahala, anda tidak shalat, 1 dosa. Demikian seterusnya...
Sedikit
ilustrasi; Setelah seorang guru memberikan penjelasan panjang lebar mengenai
satu pelajaran, ia menulis soal di papan tulis. Muridnya bertanya; “PR pak?.”
“Bukan nak... Tapi bapak akan sangat menghargai bila kalian latihan dan
mengerjakannya di rumah,” jawab gurunya lembut.
Keesokan
harinya setelah bel sekolah berdentang, sang guru masuk dan bertanya; “Siapa di
antara kalian yang latihan mengerjakan soal kemarin di rumah?.” Para murid
segera protes; “Lhoo... bukannya kata bapak bukan PR? Kami tidak
mengerjakannya.” “Betul... tapi siapa di antara kalian yang mengerjakannya,”
jawabnya penuh senyum. Salah seorang di antara murid-murid itu mengacung; “Saya
mengerjakannya pak.” Sang guru tersenyum dengan wajah berbinar.
Semua
murid yang ada di dalam kelas itu mendapat perhatian dari gurunya, tapi cuma
satu yang mencuri perhatiannya.
Demikian
dengan Allah... Pemelihara kita...
Jika
suatu saat kita diundang Presiden ke istana negara untuk suatu acara, apa saja
yang akan kita persiapkan untuk ke sana? Mungkin dari jauh hari kita sudah
bersiap, dari pakaian, celana, sepatu dan aksesoris lainnya. Kita akan mematut
sekian lama di depan cermin, seakan minta pendapatnya; Sudah pantaskah pakaian
saya untuk bertemu dengan presiden? Mungkin juga kita akan panggil istri dan
anak-anak untuk meminta pendapat tentang pantas tidaknya pakaian yang akan kita
kenakan dalam acara bersama presiden. Belum lagi kita juga mematut gerak tubuh,
bagaimana cara berjabat tangan sambil sedikit membungkukkan badan, menganggukkan kepala sambil menyungging senyum, cara
berdiri, bahkan tutur kata pun kita persiapkan sedemikian rupa.
Jika
untuk bertemu dengan seorang manusia kita sudah mempersiapkan diri dengan
sebaik-baiknya, lalu persiapan apakah gerangan yang telah kita persiapkan untuk
bertemu dengan Tuhan kita Allah SWT?
Saya
tertarik pada cerita yang melegenda di bagian timur Pulau Madura yang
dikisahkan dari mulut ke mulut. Tentang seorang perempuan tua bungkuk yang
setiap hari berangkat ke pasar untuk berdagang. Siang harinya dia kembali ke rumah menempuh jalan berbeda yang
melewati sebuah masjid. Dia pasti mampir ke sana. Ia akan meletakkan
keranjangnya di emperan masjid, masuk ke tempat wudhu untuk bersuci, lalu
shalat dua rakaat. Setelah itu ia akan menyingsingkan lengan bajunya, lambat
tapi pasti dia merunduk memunguti setiap helai daun yang jatuh mengotori
halaman masjid. Tak berapa lama kemudian, dia duduk bersimbah keringat. Ada
rasa puas di wajah keriputnya begitu melihat halaman rumah Allah itu kembali
bersih.
Aktifitas ini dilakukannya setiap hari, hingga takmir masjid merasa kasihan dan membayar
orang untuk membersihkan halaman masjid.
Hari itu nenek tua itu kembali seperti biasanya. Selesai shalat ia segera turun dengan lengan tersingsing. Namun duduk terpana, karena rumah Allah yang dicintainya itu telah bersih. Ia merasa kebahagiaannya terenggut dari dirinya, matanya berkaca-kaca, dan ia menangis. Merasa bersalah, takmir masjid segera menghampirinya dan menanyakan, apa yang menyebabkannya menangis. Perempuan tua itu menjawab;
“Saya tidak lagi dapat berbuat baik hari ini.”
“Mohon maaf nek, kami sengaja menyuruh
orang membersihkan halaman masjid karena kasihan melihat nenek yang setiap hari
membersihkan halaman masjid ini,” kata pengurus masjid memberikan penjelasan.
Si nenek diam dengan pandangan menerawang.
“Kalau
boleh tahu nek, apa yang membuat nenek mau membersihkan halaman masjid ini. Dan
mengapa memungut daun dengan tangan dan tidak menggunakan sapu?,” tanya
pengurus itu.
“Nenek
sudah tua. Nenek juga tidak tahu, apakah ibadah nenek selama hidup nenek
diterima Allah atau tidak. Nenek hanya ingin, amalan kecil ini bisa menjadi
amal baik di hadapan Allah, bila ternyata ibadah nenek tidak memiliki nilai,”
jawab nenek lirih. “Kalau pun nenek tidak menggunakan sapu, karena setiap kali
nenek memungut sehelai daun, nenek membaca shalawat atas Nabi. Nenek berharap
shalat ini akan menjadi syafaat di hadapan Allah,” ucapnya dengan suara
bergetar parau.
Kisah
ini memberikan gambaran tegas, betapa ibadah wajib yang dilakukan masih belum
tentu membuat Allah ridho atas kita. Karena ibadah mahdhah kita hanya ‘mengundang’
perhatian Allah SWT, tapi amalan seperti yang dilakukan si nenek di atas akan ‘mencuri’
perhatianNya.
Pada
titik ini, masihkan kita ‘pede’ untuk berkata bahwa kita termasuk golongan
orang-orang berakal?
Semoga...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar