Kamis, 18 Februari 2021

SHALAT - 2

.S.H.A.L.A.T.  2


             10. Pembagian shalat

                Shalat Wajib

Shalat fardhu yang 5 waktu

                Shalat Sunnah

Shalat Witir, sunnah Wudhu’, Dhuha, Tarawih dan Qiyamullail

                Shalat Nafilah

Shalat sunnah ghairu muakkad yang menyertai shalat fardhu

             11. Syarat Wajib Shalat

             Wanita yang sudah bersyahadat

فَادْعُوْهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَإِنْ أَطَاعُوْا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ (أبو داوود و الحاكم)

             Baligh dan berakal

             Masuk waktu shalat

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَّوْقُوْتًا (النساء ۳)

             Suci dari hadats kecil dan besar

             12. Waktu dan jumlah rakaat dalam shalat

             Shalat Shubuh : Dua rakaat. Dimulai dari terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari

Abu Mas’ud al Anshari meriwayatkan; “Rasulullah pernah mengerjakan shalat shubuh saat masih gelap dan pernah juga pada waktu pagi sudah terang. Namun selanjutnya beliau selalu melaksanakan shalat subuh saat malam berlalu (pagi buta) sampai beliau meninggal dunia.” (Abu Daud – Baihaqi)

             Dalam hadits Siti Aisyah juga dijelaskan; “Kami wanita-wanita beriman yang pernah menyaksikan shalat shubuh bersama Rasulullah saw sambil menyelimuti tubuh dengan kain tebal. Kemudian kami kembali ke rumah masing-masing. Pada saat kami shalat, tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenali siapa di sampingnya saking gelapnya malam.” (Al Jamaah)

             12. Waktu dan jumlah rakaat dalam shalat

             Shalat Zhuhur : Empat rakaat. Dimulai dari tergelincirnya matahari, yakni condongnya matahari dari tengah-tengah langit, sampai bayangan benda sama dengan bendanya.

             Shalat Ashar : Empat rakaat. Dimulai ketika bayangan suatu benda sama dengan bendanya sampai menguningnya matahari di ufuk Barat.

“Rasulullah saw mengerjakan shalat Zhuhur pada saat panas terik sesudah tergelincirnya matahari dan shalat Ashar tatkala matahari bersih (terang sinarnya)...dst.” (Muttafaq ‘alaihi)

Shalat ini termasuk kategori Shalat Wustho, sebagaimana disinyalir hadits; “Shalat Wustho itu adalah shalat Ashar.” (Muttafaq ‘alaihi)

             12. Waktu dan jumlah rakaat dalam shalat

             Shalat Maghrib : Tiga rakaat. Dimulai dari sejak terbenamnya matahari sampai sebelum menghilangnya semburat awan merah di ufuk Barat.

             Shalat Isya’ : Empat rakaat. Dimulai sejak menghilangnya semburat awan merah di ufuk Barat.

13. Akhir Waktu Shalat Isya’

Imam Ahmad mengatakan bahwa akhir waktu shalat Isya’ adalah pada Sepertiga Malam. Nabi bersabda; “Waktu shalat Isya’ adalah antara dua waktu ini.” Hadits ini diperkuat oleh hadits dari Buraiddah.

Hadits Aisyah; “Kerjakanlah shalat Isya’ pada waktu terbenamnya awan merah sampai Sepertiga Malam Pertama.” (Muttafaq ‘alaihi)

Abu Hanifah; “Akhir waktu shalat Isya’ adalah sampai pertengahan malam.” Pendapatnya didasarkan pada hadits Anas ibn Malik; “Rasulullah saw mengakhirkan shalat Isya’ sampai pertengahan malam.” (Bukhari)

             14. Waktu shalat yang utama

             Ada 3 kategori waktu shalat;

ü  Waktu utama (tepat waktu)

ü  Waktu yang diperbolehkan

ü  Waktu Darurat

Rasulullah saw pernah mengundur waktu shalat Zhuhur ketika panas matahari sangat terik; “Apabila udara sangat panas, maka Rasulullah saw menunggu sampai panas itu reda. Apabila udara sudah beranjak dingin beliau segera mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari)

Makruh hukumnya tidur sebelum shalat Isya’ sebagaimana halnya menunda tidur setelah melaksanakannya. Barzah al Aslamy meriwayatkan; “Bahwa Nabi suka mengakhirkan waktu yang para sahabat suka menyebutnya dengan sebutan ‘al ‘Atamah (mengakhirkan shalat Isya’). Dan beliaua tidak suka tidur sebelum mengerjakannya serta tidak pula berbincang-bincang sesudahnya.” (HR Jamaah)

Beliau lebih suka mengakhirkan waktu shalat Isya’ sampai pertengahan malam; “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka mengakhirkan shalat Isya’ pada Sepertiga Malam atau pertengahan malam.” (Hadits Hasan Shahih)

             15. Bagaimana hukum orang yang shalat sebelum masuk waktunya?
Orang tersebut harus mengulang shalatnya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Umar dan Abu Musa al Asy’ari yang mengulang shalat Shubuhnya, karena mengerjakannya sebelum masuk waktu.

16. Wanita Gila tidak ada kewajiban untuk mengqadha’ shalatnya

17. Bagaimana dengan wanita yang tidak sadarkan diri, adakah kewajiban untuk mengqadha’ shalatnya?

Imam Malik dan Imam Syafii; Tidak ada kewajiban mengqadha’ shalat, kecuali jika ia tersadar pada bagian waktu shalat tertentu. Pendapat didasarkan pada pertanyaan Siti Aisyah kepada Rasulullah saw tentang wanita yang tidak sadar hingga meninggalkan shalat. Beliau menjawab bahwa tidak ada kewajiban mengqadha;’ shalatnya, kecuali ia sadar saat waktu shalat sudah masuk, ia harus mengerjakannya.

Imam Abu Hanifah: Apabila yang ditinggalkan hanya 5 waktu shalat, ia harus mengqadha’nya. Bila lebih, tidak ada kewajiban qadha’.

             18. Bagaimana dengan orang yang hilang kesadaran karena obat?
Apabila tidak berlangsung lama, hukumnya sama dengan orang yang tidak sadarkan diri. Tapi bila berlangsung lama, hukumnya sama dengan orang gila.
Namun bila hilang kesadaran karena minuman keras, ia tetap wajib mengqadha’ shalatnya.

19. Shalat di atas kapal.

Dalam hal ini ada 2 pendapat;

                       Ia mengerjakan shalat seperti biasa dengan ruku’ dan sujud bila memungkinan. Sujudnya harus lebih rendah dari ruku’nya, dan harus menghadap Kiblat. Ibn Umar meriwayatkan; “Aku pernah melihat Rasulullah saw shalat di atas keledai dengan menghadap ke arah Khaibar.” (Abu Daud dan Nasai). Jabir berkata; “Saya pernah diutus Rasulullah untuk suatu hajat. Aku datang      saat beliau tengah mengerjakan shalat di atas kendaraannya yang menghadap ke arah Timur, posisi sujud beliau lebih rendah dari ruku’nya.” (Abu Daud)

                Bila tempatnya luas, wanita muslimah mengerjakannya seperti biasa, tentu saja dengan menghadap ke arah Kiblat. Bila binatang tunggangannya najis, diberi alas yang dapat memisahkan tubuhnya dengan binatang tersebut.

             20. Shalat di atas kereta harus dilakukan dengan ruku’ dan sujud.
Sebisa mungkin menghadap Kiblat saat memulai dan meneruskan shalatnya walau arah kendaraanya sudah tidak menghadap Kiblat. Anas ibn Malik meriwayatkan; “Apabila Rasulullah melakukan perjalanan dan hendak shalat, beliau menghadapkan untanya ke arah Kiblat. Beliau bertakbir dan melanjutkan shalat menghadap ke arah mana kendaraannya itu  berjalan.” (Ahmad dan Abu Daud)

21. Bagaimana shalat wanita musafir yang berniat menetap?

Jika niatnya menetap, maka begitu sampai di tempat yang dituju, ia harus shalat sempurna sebagaimana masyarakat setempat. Namun bila tidak berniat menetap, ia dapat mengqashar atau menjamak shalatnya sebagaimana seorang musafir.

22. Hukum shalat yang tertinggal.

Apabila shalat tertinggal, wajib mengqadha’nya secara tertib. Jika ia lupa, gugur kewajibannya untuk mengerjakannya secara tertib.

23-24. Berijtihad menentukan arah Kiblat dan bagaimana kalau salah?

Wanita muslimah wajib berijtihad menentukan arah Kiblat. Bila ternyata ijtihadnya salah, shalatnya dianggap benar.

Bila ada yang memberitahu bahwa arah Kiblat shalatnya salah, dan ia meyakini kesalahannya, ia harus mengulang shalatnya. Bila tetap pada keyakinannya, shalatnya tetap dianggap sah.

             25. Apabila shalat diakhirkan karena tidur, kemudian ia bangun saat waktu shalat sudah hampir habis, hendaknya ia shalat wajib tanpa melakukan shalat sunnah.
Bagaimana dengan orang yang masih sempat melakukan satu rakaat shalat Zhuhur (misalnya), pada rakaat keduanya waktu Ashar masuk, maka ia masih terhitung mendapat shalat Zhuhur. Rasulullah bersabda; “Barangsiapa telah mendapatkan satu rakaat dalam shalat, maka ia mendapatkan shalat tersebut.” (HR al Jamaah)

             RUKUN SHALAT

                Niat

                Mengucapkan Takbiratul Ihram

                Membaca al Fatihah (“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca al Fatihah.” (HR Daru Quthni) [Imam Malik, Syafii, Jumhur Ulama]

                Ruku’ dengan Thuma’ninah. (Abu Mas’ud Uqbah ibn ‘Amr ruku’ dengan merentangkan jari-jarinya dan meletakkannya di tempurung lututnya, sembari berkata; “Demikianlah saya mellihat Rasulullah saw mengerjakan shalat.” [HR Ahmad, Abu Daud, Nasai)

                I’tidal dengan Thuma’ninah. (Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah bersabda; “Allah tidak akan melihat shalat seseorang yang tidak menegakkan punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” [HR. Ahmad])

                Sujud dengan Thuma’ninah. Meletakkan dahi dan hidung di tempat shalat setelah dua telapak tangan, lutut serta jari-jari kaki. (Abu Wail ibn Hujr menceritakan; “Aku pernah menyaksikan Rasulullah apabila bersujud  beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya, sedang apabila bangkit dari sujud beliau mengangkat kedua tangan sebelum kedua lututnya.”) [HR al Khamsah kecuali Ahmad]

             Perlu diketahui, ada 7 anggota tubuh yang wajib bergerak saat sujud dilakukan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda; “Aku diperintahkan bersujud di atas 7 tulang. Yaitu di atas dahi sambil menunjuk dengan tangannya ke arah hidung, kedua tangan, dua lutut, dan dua kaki.” (HR Muttafaq ‘alaihi)

                Bangkit dari sujud lalu duduk tegak dengan Thuma’ninah.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw memasuki suatu masjid, lalu datang seorang lelaki dan mengerjakan shalat. Setelah selesai, ia mendatangi Nabi dengan beruluk salam. Beliau bersabda kepadanya; “Shalatlah kembali, karena sebenarnya kamu belum shalat.” Lelaki itu kembali mengulang shalatnya, lalu kembali kepada Rasulullah dengan salam, namun beliau menyuruhnya kembali untuk mengulang shalatnya.

Hal ini berlangsung sebanyak tiga kali, hingga lelaki itu berkata; “Ya Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak dapat mengerjakan shalat yang lebih baik daripada itu. Karena itu ajarilah aku.” Beliau mengajari lelaki itu; “Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, bertakbirlah, lalu baca ayat al Qur’an yang mudah bagimu, kemudian ruku’lah dengan thuma’ninah. Lalu berdirilah hingga badanmu benar-benar tegak, kemudian sujudlah dengan thuma’ninah. Lalu bangkitlah duduk dengan thuma’ninah, lalu sujudlah dengan thuma’ninah dalam sujud. Kerjakanlah semua itu dalam setiap shalatmu.” (HR Muttafaq ‘alaihi)

Dalam riwayat Muslim; “Apabila kamu hendak shalat, sempurnakanlah wudhu’, kemudian menghadap kiblat dan bertakbirlah.”

                Salam. Mengucapkan salam sambil menolehkan wajah ke arah pipi kanan dan kiri.

                Tertib

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar