Rabu, 03 Februari 2021

ORANG-ORANG BERAKAL - 1


Kalau kita floorkan satu pertanyaan besar;

“Sudahkah kita termasuk golongan orang-orang yang berakal?”

Semua pasti menjawab; “Tentu, kami adalah orang-orang yang berakal.” Karena yang terpikir dalam benak adalah menggunakan akal pikiran untuk membedakan hal baik dan buruk, memilah di antara yang baik mana yang paling baik, dan dirinya bekerja dengan menggunakan akal.

Namun tahukah kita, bahwa dalam konsep syariat orang disebut berakal setidaknyaharus  memenuhi 4 kriteria;

1.      1. Meninggalkan dunianya, sebelum dunia meninggalkannya

2.      2. Membangun kuburnya, sebelum ia memasukinya

3.      3. Mencari ridho Tuhannya, sebelum ia menemuinya

4.     4.  Melaksanakan shalat, sebelum ia dishalatkan

Kriteria yang mungkin sangat sederhana dan simpel, namun tidak sesederhana pelaksanaannya. Mari kita coba menelisiknya satu persatu.

1.      1. Orang yang Meninggalkan Dunianya Sebelum Dunia Meninggalkannya

Orang dalam golongan ini adalah orang-orang yang menganggap dunia adalah fana. Ia akan memposisikan harta, jabatan, dan semua kenikmatan yang dikecapnya sebagai fasilitas untuk beramal lebih baik dari hari ke hari. Dia tidak memposisikannya sebagai milik, karena yang dimilikinya adalah yang telah dikecap dan dinikmati, entah untuk dirinya atau orang-orang yang membutuhkan di sekitarnya.

Saya punya teman sudah berumur bekerja sebagai Kepala Keuangan di salah satu BUMN. Menjelang kenaikan jabatan, tiba-tiba dia dimakzulkan dari jabatannya, digantikan orang lain. Akhirnya sampai pensiun dirinya tanpa jabatan, namun masih menerima gaji seperti saat masih menjawab (hanya tidak lagi punya ruang kerja dan kuasa di keuangan).

Pemecatan itu sontak membuat teman-temannya bingung dan menyayangkan. Usut punya usut, biang masalahnya adalah karena tidak mau melayanani keinginan direkturnya, mengucurkan dana untuk operasional istrinya.

“Andai bapak ikuti, naik jabatan jadi manager keuangan pasti. Lumayan khan, pensiun dengan gaji manager?! Urusan dosa, khan dia yang kena?,” ujar teman-temannya.

“Tidak apa-apa tidak naik jabatan, yang pasti penyimpangan telah dihalangi. Semua fana dan saya tidak pernah merasa kecewa dan  terbebani dengan kondisi ini. Apa nikmatnya naik jabatan dan makan gaji besar bila dihasilkan dari kolaborasi penyimpangan. Saya sudah sangat bahagia dengan kondisi seperti sekarang ini,” jawabnya lembut.

Dia sebenarnya punya kesempatan untuk mengambil apa yang menjadi impian kariernya sejak muda. Namun ketika kesempatan itu ada dan dia bisa merengkuhnya, dia melepaskannya dengan rela. Dia sampai pada satu titik, di mana dunia sudah tak lagi berharga dalam pandangannya. Yang berharga adalah kehidupan setelahnya.

Mungkin kasus seperti di atas tidak sedikit terjadi di negeri +62 ini, tentu dengan berbagai ragam kasus dan bentuknya, dari kalangan paling atas sampai kalangan paling bawah.

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah naluri paling mendasar manusia. Namun menumpuk kebutuhan demi kepentingan pribadi adalah pengkhianatan atas kemanusiaan. Karena asas dari kebutuhan adalah pemerataan, dan asas dari keinginan adalah penguasaan.

Sekarang saya jadi lebih mengerti sabda Rasulullah saw;

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمُّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

Siapa yang menjadikan dunia keinginan terbesar dihatinya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, dan Allah akan menjadikan kefakiran di antara kedua matanya. Dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali yang telah dituliskan untuknya. Dan siapa yang menjadikan akhirat sebagai  niat utamanya (keinginan terbesar di hatinya), Allah akan kumpulkan urusannya untuknya, dan Allah akan jadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya saat dia memandangnya hina.” (HR. Ibnu Majah)

 

Sampai titik ini, masihkan kita ‘pede’ untuk mengatakan bahkan kita termasuk dalam golongan orang-orang berakal?

Semoga.....

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar