Senin, 12 Juli 2021

TIGA RUMAH DI SURGA

Dalam hadits Imam Abu Daud, Rasulullah saw pernah memberikan jaminan bahwa umatnya akan mendapatkan tiga rumah atau salah satunya di surga, bila;

1. Meninggalkan perdebatan walaupun ia benar, ada sebuah rumah disediakan di surga bagian bawah
2. Meninggalkan kedustaan walau dimaksudkan untuk bergurau, ada sebuah rumah di surga bagian tengah
3. Memperbaiki budi pekertinya, ada sebuah sebuah rumah di surga bagian atas

Jaminan di atas sangatlah beralasan mengingat kondisi masyarakat dari masa ke masa yang selalu berlomba untuk menjadi yang pertama dalam memperebutkan dunia, baik harta, tahta, maupun wanita. Bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

1. Perdebatan itu akan menyemaikan benih-benih permusuhan, yang pasti akan meruntuhkan nilai-nilai silaturrahim dan persatuan. Lebih-lebih bila perdebatan itu memang tidak dimaksudkan untuk mencari kebenaran, tapi lebih untuk melapangkan kekuasaan. 
Perhatikan... berapa banyak orang yang berdebat dengan dalih sama-sama mengabdi kepada dan demi negara. Ujung-ujungnya yang satu mematikan kredibilitas lawannya, bahkan mungkin menyingkap aibnya yang boleh jadi tidak ada hubungannya dengan apa yang diperdebatkannya. Tujuannya satu... merebut kekuasaan. Padahal untuk mengabdi kepada negara tidak harus berkuasa. Namun membantu agar pemerintahan berjalan dengan benar walau mungkin di luar kekuasaan atau mungkin tak sepaham, itu adalah perilaku nasionalis sejati.
Semua orang maklum bahwa logika kekuasaan adalah menjadi besar dengan memperkecil dan mengkerdilkan orang lain.
Karena alasan ini, Rasulullah saw menjamin sebuah rumah di surga yang paling bawah bagi siapa yang meninggalkan perdebatan.

2. Mungkin banyak di antara kita  termasuk dalam kategori ini. Keakraban kita dengan kawan-kawan kadang cenderung membuat kita bergurau hingga mungkin lupa batasannya. 
Misalnya, kawan kita yang terlambat datang ke suatu pertemuan karena suatu hal. Begitu dia sampai, kita katakan padanya bahwa dia tadi dicari oleh si Fulan yang membuatnya merasa bersalah lalu bergegas untuk menemuinya. Padahal si Fulan tidak pernah mencarinya. Lalu kita tertawa meledeknya...
Rasululullah melarang demikian, karena kita tidak tahu kondisi kawan tersebut pada saat itu. Boleh jadi kondisi kejiwaannya lagi labil hingga ia bisa marah besar. Atau boleh jadi dia lagi memiliki masalah tertentu, hingga kita bisa melukai perasaannya. Dalam kondisi ini, gurauan kita bisa jadi akan memecah tali silaturrahim antara kita.

3. Akhlak yang baik adalah puncak dari kesempurnaan seseorang sebagai manusia beragama dan berbudaya. Ia adalah harkat tertinggi dari eksistensi manusia. Ia adalah tolok ukur dari hidup dan matinya manusia. Manusia disebut hidup ketika dia tidak hanya hidup untuk dirinya tapi juga memberikan kehidupan kepada orang-orang di sekitarnya. Rasul kita diutus untuk menyempurnakan akhlak ini.
Imam Abu Hanifah mendefinisikan akhlak; "Menyuruh kepada yang baik, mencegah dari yang mungkar, dan menghentikan keburukan yang terjadi."
Membalas keburukan yang dilakukan seseorang dengan perbuatan baik, menghormati pendapat lawan politik dengan tetap merangkulnya sebagai kawan, tidak mendiskreditkan lawan dan menghargainya sebagai kompetitor adalah bagian dari akhlak mulia.

Semoga Allah SWT selalu membimbing kita agar selalu istiqomah di atas jalanNya... Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar